JAKARTA – Wilayah yang masih sangat sulit untuk diakses, terutama ke wilayah perbatasan seperti di Krayan, Kalimantan Utara menyebabkan PT Pertamina (Persero) harus mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Krayan.

“Itu kan begini,  kalau didatangkan dari Balikapapan harus pakai pesawat. Akses daratnya susah. Makanya Pertamina untuk SPBU Kompak yang di Krayan harus impor Solar dan Premium  dari Malaysia,” kata Gandhi Sriwidodo, Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur ditemui di Gedung DPR Jakarta, Senin (4/3).

Akses yang sulit juga membuat Solar yang dipasok pun belum diblending dengan biodiesel 20%. Sebagai gantinya Pertamina mengimpor bahan bakar yang memiliki kualitas diatas Solar.

Gandhi mengatakan untuk mencampur Solar yang dibeli dari Malaysia harus dibawa ke Terminal BBM di Balikpapan yang mana pasti akan memakan lebih banyak waktu dan biaya.

“Kami jual nonsubsidi. Dan susah juga kalau mau blending sama FAME, mau blending dimana? TBBM kan di Balikpapan,” ungkap Gandhi.

Pada awal 2019, realisasi program perluasan penggunaan B20 sudah jauh lebih baik dari awal program di akhir  2018 lalu.

Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan, sepanjang Januari hingga Februari total penyaluran FAME ke tempat blending Terminal BBM sudah 700 ribu kiloliter (KL).

Kesulitan mendistribusikan FAME ke Kalimantan diakui Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan. Kondisi ini yang membuat Pertamina membeli pasokan FAME dari Malaysia.

“Ada satu daerah di Kalimantan, jauh sekali dan lebih dekat dengan perbatasan. Jadi Pertamina beli dari Malaysia, tapi itu persentasenya kecil kok,” kata Paulus.

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, juga telah mendapatkan laporan tentang kesulitan penyaluran B20 Pertamina di daerah perbatasan. Pemerintah memberikan dispensasi bagi pasokan untuk daerah tersebut.

“Itu karena lokasinya jauh dan kalau mau ke sana harus pakai pesawat. Jadi bayar lagi, harganya naik lagi,” ungkap Darmin.

Menurut Darmin, Pertamina di daerah tersebut diperbolehkan untuk menjual Solar tanpa blending dengan FAME. Hanya saja, Pertamina harus menjual Solar tersebut dengan harga Pertadex.

“Makanya kami kasih dispensasi, boleh. Tapi jangan pakai Solar biodiesel ya, pakailah yang Pertadex,” kata Darmin.(RI)