KAMIS (13/9)  PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang merupakan kontraktor kontrak kerja sama di bawah supervisi dan koordinasi SKK Migas, genap berusia 13 tahun. Kontribusi Pertamina EP terhadap induk usaha, baik dalam produksi minyak dan gas bumi maupun pendapatan usaha, sudah sangat terang. Kinerja yang sangat positif ini ditopang oleh produksi migas dari 22 lapangan dan Lima Asset yang tersebar dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua.

Kendati lapangan yang dikelola oleh Pertamina EP relatif sudah tua (mature), harapan agar produksi migas yang dikelola oleh unit-unit bisnis perusahaan terus meningkat tak pernah padam. Apalagi Pertamina, termasuk juga Pertamina EP, memiliki sumber daya mumpuni dalam kegiatan operasi perusahaan.

Untuk mengetahui apa saja harapan manajemen Pertamina EP ke depan terkait usia perusahaan yang mendekati dua windu, berikut wawancara wartawan Dunia Energi Dudi Rahman dengan Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf di ruang kerjanya di Jakarta, pekan lalu. Berikut petikannya.

Pertamina EP masih menjadi salah satu kontributor penting bagi induk usaha, tak hanya dari sisi produksi migas, tapi juga finansial. Dengan melihat usia lapangan yang dikelola Pertamina EP yang sudah mature, dengan asumsi cadangan minyak saat ini, dan rerata produksi harian, akan habis dalam waktu berapa lama?
Umur WK PT Pertamina EP sampai 2035, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama dengan BP Migas yang ditandatangani pada 17 September 2005. Berdasarkan PRMS RTP (Reserves To Production) atau umur cadangan minyak 13 tahun ke depan, dan untuk gas 10 tahun ke depan, namun dengan adanya penambahan cadangan dari aktivitas POD (Plan of Development), pemboran out step, membuat cadangan PEP tetap sustain.

Sebagian besar wilayah kerja PEP berusia tua, apa strategi Anda untuk menjaga sustainability perusahaan?
Untuk menjaga keberlanjutan perusahaan dari sisi produksi dan kontribusi kepada induk usaha, ada beberapa strategi yang kami lakukan, yaitu melakukan EOR–Secondary Recovery, peningkatan resource replacement ratio, strategi pengembangan struktur baru, pengembangan peluang baru di struktur lama, dan optimalisasi produksi eksisting.

Nanang Abdul Manaf, Direktur Utama Pertamina EP. (Foto: Dokumentasi Pertamina EP)

Bagaimana dengan pencapaian kinerja operasional dan finansial perusahaan hingga akhir Agustus 2018?
Alhamdulillah, per 31 Agustus 2018, produksi migas kami mencapai 253.247 barrel oil equivalent per day (BOEPD), atau 100,35% dari target dalam RKAP 2018 sebesar 252.341 BOEPD.

Berapa realisasi produksi minyaknya?
Per 31 Agustus 2018, produksi minyak sekitar 77.759 barrel oil per day (BOPD), memang baru 94,58% dar RKAP sebesar 82.218 BOPD. Insya Allah dengan terus meningkatnya produksi minyak dari Lapangan Sukowati di Bojonegoro, Jawa Timur, produksi hingga akhir tahun bisa mendekati target.

Bagaimana dengan produksi gas?
Produksi gas cukup bagus, sekitar 1.019,33 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD )atau 103.15% dari target dalam RKAP, yaitu 988,137 MMSCFD.

Untuk kinerja keuangan hingga akhir Agustus 2018?
Seiring dengan kenaikan harga minyak, pendapatan Pertamina EP pada akhir Agustus 2018 mencapai US$ 1,9 miliar atau sekitar 73% dari target dalam RKAP sekitar US$ 2,7 miliar. Laba bersih sudah mencapai US$ 508 juta atau 93% dari target US$ 547 juta.

Bagaimana dengan proyeksi hingga akhir 2018?
Kami memperkirakan produksi minyak akan ada di level 79.000 BOPD dan gas 1.014 MMSCFD. Sedangkan pendapatan diproyeksikan sekitar US$ 3 miliar dan laba bersih  US$ 700-an juta.

Untuk usulan RKAP 2019?
Produksi minyak kami proyeksikan 80.930 BOPD dan gas 970 MMSCFD. Sementara pendapatan diproyeksikan di level US$ 3,1 miliar dan laba bersih tumbuh sedikit dibandingkan proyeksi hingga akhir 2018.

Kegiatan Operasi dan Produksi di Lapangan Sukowati di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan Sukowati adalah  salah satu field di bawah koordinasi dan supervisi Pertamina EP Asset 4. (Foto: Dunia-Energi/A Tatan Rustandi)

Apa dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini bagi Pertamina EP?
Perlu diketahui, sistem pelaporan keuangan Pertamina EP menggunakan mata uang dolar AS. Perhitungan pendapatan menggunakan mata uang dolar AS (ICP per jenis minyak dan Kontrak Perjanjian Jual Beli Gas) sehingga tidak terpengaruh. Biaya yang menggunakan mata uang rupiah jika dikonversi ke mata uang dolar AS secara total akan menurun. Kami juga menurunkan komposisi mata uang rupiah dan dolar AS dalam usulan biaya RKAP 2019 (rupiah 64%; dolar 36%).

Apa saja upaya Anda agar ke depan kinerja operasional dan finansial Pertamina EP terus meningkat?
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan.
Pertama, menahan decline eksisting sekitar 24,08%;
Kedua, mengurangi low and off  produksi ≤ 8,2%;
Ketiga, penerapan secondary recovery/EOR pada struktur prioritas dengan teknologi tepat guna;
Keempat, melaksanakan pemboran outstep;
Kelima, optimalisasi lifting, serta minimalisasi low&off ESP;
Keenam, pelaksanaan current project dan melakukan percepatan penyusunan Plan of Development (PoD/POFD);
Ketujuh, percepatan monetisasi struktur;
Kedelapan, meningkatan reliability fasilitas produksi dengan melalui peremajaan secara bertahap.

Apa kendala atau hambatan yang berpotensi muncul untuk merealisasikan target/proyeksi kinerja operasional dan finansial tersebut?
Ada beberapa, antara lain kondisi fasilitas produksi yang memerlukan maintenance secara intens dan lapangan yang cenderung sudah berumur. Kemudian, realisasi produksi yang belum sesuai target. Selain itu, masalah regulasi (perizinan dan pembebasan lahan serta masalah sosial/stakeholder (tumpang tindih lahan, potensi ilegal drilling, dan potensi illegal tapping).

Pertamina EP saat ini cenderung menjadi produsen gas terbesar, dalam beberapa tahun terakhir bahkan produksi gas selalu di atas RKAP. Mengapa produksi gas Pertamina EP selalu lebih besar ketimbang produksi minyak? Apakah Pertamina tidak melakukan upaya ekstra untuk mendongkrak produksi agar di atas target dalam RKAP?
Ada beberapa penyebab sehingga produksi gas mencapai target, antara lain: Pertama, Pencapaian gas PBM = 117,79% (+16,48 MMSCFD dari target). Hal ini karena perbaikan kinerja kompresor di Prabumulih (Sumatera Selatan) di awal 2018 sehingga produksi gas PBM yang sebelumnya 100 MMSCDD menjadi lebih baik 110-an MMSCFD. Kedua, pencapaian gas Pendopo = 111,34% (+27,48 MMSCFD dari target). Hal ini karena adanya instalasi dan running 2 compressor di Musi Timur (Sumatera Selatan) yang on-stream pada Maret 2017 dan 2 compressor lagi di Musi Barat yang on-stream Oktober 2017 sehingga produksinya Pendopo gain 40 MMSCD (248 – 290 MMSCFD ). Ketiga, pencapaian gas Donggi = 103,92 % (+3,71 MMSCFD) disebabkan realisasi produksi Donggi (di Sulawesi Tengah) yang awalnya ditargetkan 80 MMSCFD, dapat dilakukan penyerapan lebih menjadi +/- 90 MMSCFD. Keempat, pencapaian Unitisasi PPP Suban = 111,45% (+7,25 MMSCFD) dikarenakan penyerapan lebih menjadi 70 MMSCFD (target 63 MMSCFD). Dalam mendongkrak Produksi, PEP (dalam hal ini fungsi Produksi terintegrasi dengan EPT, EOR, SF, Field dan Asset) melakukan forum diskusi Sinergi Sistem Optimalisasi Produksi (SSOP) untuk Field-Field yang dianggap backbone sehingga didapatkan terobosan-terobosan rencana kerja sebagai recovery plan sehingga target RKAP tercapai. SSOP yang sudah dilakukan antara lain Field Jatibarang , Field Limau, Field Tambun, Field Jambi, Field Ramba, dan Field Sanga-Sanga.

Pada 13 September 2018, Pertamina EP memasuki usia yang ke-13. Apa harapan Anda saat ini dan ke depan di usia perusahaan yang menjelang dua windu?
Harapannya Pertamina EP dapat mencapai produksi 100,000 BOPD sesuai Goals yang sudah digaungkan sejak 2017; Pencapaian kinerja HSSE: ISRS Lv 7 untuk 22 Field, Proper Emas, peningkatan margin melalui cost efficiency, keselamatan dan keamanan kerja, serta legacy berupa regenerasi dan mengembangkan people development. (DR)