JAKARTA – Setelah merampungkan pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan, pemerintah akan segera merealisasikan pembentukan holding BUMN minyak dan gas dengan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN ke dalam naungan PT Pertamina (Persero).

Menteri BUMN Rini Soemarno dalam suratnya pada 28 November 2017 meminta manajemen PGN untuk menyiapkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Surat bernomor S-682/MBU/11/2017 menyebutkan RUPSLB digelar terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pembentukan holding sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

RUPSLB bertujuan untuk mengubah anggaran dasar perusahaan dengan adanya penyertaan modal dari saham milik pemerintah yang ada di PGN kepada Pertamina. Pemerintah tercatat menguasai 57% saham PGN. Sisanya, 43% dikuasai publik melalui Bursa Efek Indonesia.

Pembentukan holding migas sudah diinisiasi sejak beberapa tahun lalu. Namun sama seperti holding tambang, pembentukan holding migas juga sempat terhenti karena kendala regulasi, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 yang dipermasalahkan DPR. Komisi VI DPR sempat menganggap beleid tersebut berpotensi menjadikan BUMN dikuasai asing akibat adanya penyertaan modal tambahan bagi BUMN.

PP 72 diterbitkan pemerintah pada akhir 2016 yang merupakan perubahan atas PP 43 Tahun 2005 yang berisi penatausahaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas.
Pada pasal 2A ayat 1 disebutkan penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN kepada BUMN lainnya dilakukan pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Poin itulah yang menjadi salah satu penolakan DPR karena berarti tidak ada pengawasan dari parlemen terhadap uang negara yang ada di dalam BUMN.(RI)