JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mematok target tinggi dalam kinerja keuangannya setelah menjadi subholding gas dibawah naungan PT Pertamina (Persero). Pada 2024, PGN mematok target laba bersih bisa mencapai US$1 miliar. Target tersebut lebih dari tiga kali lipat dibanding realisasi laba bersih 2018 sebesar US$304,99 juta. Bahkan tahun ini, hingga September laba bersih PGN baru mencapai US$129,11 juta.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengungkapkan salah satu penopang untuk menggenjot kinerja keuangan perusahaan adalah dengan meningkatkan penjualan gas. PGN menargetkan volume penjualan gas naik drastis menjadi 1.800 miliar british thermal unit per hari (billion british thermal unit per day/BBTUD) di dalam negeri dan 600 BBTUD di pasar internasional. “Kemudian, laba akan terus meningkat signifikan menjadi US$ 1 miliar dan pendapatan US$ 8 miliar pada 2024,” kata Gigih di Jakarta, belum lama ini.

Selanjutnya untuk meningkatkan penjualan tersebut tentu harus dilakukan penambahan infrastruktur dan fasilitas pengolahan distribusi gas.

Hingga tahun 2024, PGN kata Gigih akan membangun pipa distribusi sepanjang 500 kilometer (km), pipa transmisi 528 km, lima unit fasilitas penampungan dan regasifikasi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) terapung maupun di darat, tujuh stasiun pengisian LNG untuk truk atau kapal, 53 fasilitas LNG skala kecil untuk PT PLN (Persero), dan 4-10 juta sambungan jaringan gas (jargas) kota.

Pembangunan infrastruktur gas secara masif akan mulai dilakukan PGN pada tahun 2020, dengan membangun pipa distribusi sepanjang 186 km, pipa transmisi 267 km, jargas 316 ribu sambungan, dan mulai mengerjakan sebagian proyek gasifikasi pembangkit listrik. Melalui pembangunan infrastruktur ini akan meningkatkan pemanfaatan gas domestik sampai dengan 130 BBTUD atau setara dengan 23 ribu barel setara minyak per hari.

“Kinerja volume niaga gas naik 3% dari 949 BBTUD menjadi 980 BBTUD, volume pengangkutan gas naik 1% dari 1.369 MMSCFD menjadi 1.377 MMSCFD, dan volume regasifikasi naik 5% dari 120 BBTUD menjadi 126 BBTUD,” ujar Gigih.

PGN ke depannya juga akan mulai mengandalkan bisnis barunya yakni jual beli LNG yang diambil alih dari Pertamina. Untuk bisnis barunya ini PGN menargetkan pangsa pasar hingga 34 kargo per tahun. Rincinya, penjualan LNG ke Myanmar 9 kargo per tahun selama 5-7 tahun mulai 2021, Filipina 18 kargo per tahun untuk 2023-2043, Tiongkok 6-7 kargo per tahun, serta Jepang 1-2 kargo dan Eropa 1-1 kargo di 2020. Khusus di tahun ini, PGN menargetkan penjualan LNG sebanyak 6 kargo ke pasar internasional dan 4 kargo ke pasar domestik.

Namun demikian target tinggi PGN bukan tanpa tantangan. Harga gas untuk industri merupakan salah satu tantangan untui mencapai target perusahaan.

Arie Nobelta Kaban, Direktur Keuangan PGN, mengatakan permasalahan harga gas menjadi tantangan tersendiri karena dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), ada rencana kenaikan harga gas. Namun, nyatanya, rencana ini tidak disetujui pemerintah dan justru ada kebijakan untuk menyesuaikan harga gas menjadi US$ 6 MMBTU. PGN sendiri sudah lebih dari lima tahun memang tidak merubah harga gas

“Jadi kondisi eksternal regulasi pemerintah ini menjadi tantangan tersendiri untuk PGN mencapai laba US$ 1 miliar,” kata Arie.

Untuk itu PGN akan menggenjot volume penjualan, pengangkutan, dan regasifikasi gas dengan memperluas bisnisnya hingga dapat mengalirkan gasnya ke sektor industri di wilayah Sulawesi. Selain itu, proyek gasifikasi pembangkit PLN juga diproyeksi bisa meningkatkan volume penjualan gas.

“Jadi upaya-upaya yang kami lakukan, kami keluar (pasar internasional) dan di Indonesia kami banyak meningkatkan market share, salah satunya ke industri petrokimia,” kata Arie.(RI)