JAKARTA – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yang dilakukan PT Pertamina (Persero), Rabu (10/10), berpotensi mendorong masyarakat untuk kembali mengkonsumsi BBM kualitas rendah, Premium. Apalagi disparitas harga antara Pertamax dengan Premium mencapai Rp3.850 per liter.

Saat ini, harga Pertamax sebesar Rp10.400 per liter, naik Rp900 dibanding sebelumnya Rp9.400 per liter. Disisi lain, harga Premium tetap Rp6.550 per liter. Untuk menahan migrasi masyarakat ke Premium, Pertamina mempertahankan harga Pertalite Rp7.800 per liter.

Tulus Abadi, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan pemerintah seharusnya hadir merespon kenaikan harga minyak dunia dan memiliki nyali melakukan perubahan harga. Pernyataan tidak ada kenaikan harga BBM dan listrik hingga 2019 harus direvisi.

“Kalau tidak berani menaikkan harga Premium, ya kembalikan Premium untuk luar Jawa. Di Jawa hanya jual BBM yang hanya jual Premium,” kata Tulus kepada Dunia Energi, Rabu.
Pertamina telah menaikkan harga BBM nonsubsidi, untuk Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Biosolar Non PSO.
Kenaikan tersebut merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus bergerak naik. Saat ini harga minyak dunia rata-rata sudah tembus US$80 per barel.

Selain Pertamax, Pertamax Turbo dipatok Rp12.250 per liter, Pertamina Dex Rp11.850 per liter, Dexlite Rp10.500 per liter, dan Biosolar Non PSO Rp9.800 per liter.

Maman Abdurahman, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan selama perubahan harga menyasar BBM non PSO maka itu masih bisa diterima, karena merupakan hak Pertamina.
Kebijakan kenaikan harga BBM, lanjut dia, tentu berdasarkan kalkulasi yang sudah dilakukan secara bisnis agar harga penjualan BBM yang dibawah harga keekonomian tidak terus menggerus keuangan Pertamina.

“Saya pikir itu tidak masalah karena pendekatannya business to business. Pertamina kan harus survive dan melihat harga minya dunia yang cenderung fluktuatif,” kata Maman.

Menurut Maman, Subsidi terhadap BBM tidak bisa dicabut secara total, lantaran BBM masih menjadi faktor utama penunjang perekonomian masyarakat.

“Salah satu alasan kenapa subsidi untuk bahan bakar masih ada karena pencabutan subsidi secara total itu dampak negatifnya lebih besar. Komoditas BBM kan masih menjadi pilihan utama masyarakat,” tandas Maman.(RI)