JAKARTA – Pemerintah diminta membuat terobosan dalam menciptakan harga gas murah bagi industri. Selama ini pemerintah dinilai monoton dalam kebijakan karena tidak ada inovasi untuk segera implementasikan harga gas yang kompetitif bagi industri pengguna gas.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR mengungkapkan, pemerintah telah diminta untuk mengkaji penerapan distribusi gas secara langsung ke pihak yang membutuhkan dengan menyalurkan gas bagian pemerintah, tidak lagi menggunakan bagian kontraktor.

“Ada bagian pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Gas bagian pemerintah jangan dijual jadi pemerintah jangan ambil devisa dari penjualan gas tapi pemerintah ambil wujud gas kemudian disalurkan ke PLN atau industri-industri yang perlu,” kata Harry saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Dirjen Migas Kementerian Enegi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (10/10).

Menurut Harry,  pemerintah bisa menetapkan harga gas tanpa harus berpatokan terhadap kontrak yang dilakukan antara kontraktor dengan pembeli gas. Cara tersebut diyakini akan ampuh menciptakan harga gas yang terjangkau sesuai kemampuan industri menyerap gas.

“Dari pada mereka keluh kesah soal harga gas mahal. Jadi karena ini milik pemerintah harganya nanti jadi terserah pemerintah. Jadi tidak berdasarkan kontrak seperti sekarang. kalau KKKS kan jualnya komersil,” ungkap dia.

Harry mengatakan pemerintah tidak perlu khawarir akan kekurangan sumber pendapatan, karena jika industri bisa menyerap gas maka industri akan tumbuh multiplier effect akan terwujud sehingga pemerintah pun bisa memperoleh sumber pendapatan melalui pajak atau royalti dari hasil produksi.

“Multiplier effect hasil dari gas yang menggerakan ekonomi itu yang diambil hasil pajaknya bukan bahan baku ditarik pajak dulu,” kata dia.

Ego Syahrial, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah sudah berupaya untuk mengkaji penurunan haega gas dari berbagai aspek. Untuk saat ini baru tiga sektor industri yang menikmati harga gas murah yang maksimal sebesar US$ 6 per MMBTU,  yakni industri di sektor petrokimia, pupuk dan baja.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016, pemerintah menetapkan tujuh industri yang akan mendapatkan fasilitas harga gas tersebut, yaitu industri pupuk, petrokimia, olechemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Menindaklanjuti regulasi tersebut, Menteri ESDM menerbitkan beleid turunannya yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 40 tahun 2016 yang merinci secara detail industri tertentu sejak diundangkan tanggal 26 November 2016.

“Kami kan berdasarkan rekomendasi dari industri terkait, kementerian bilang untuk yang utama tiga itu dulu,” kata Ego.

Hingga kini,  tiga dari sembilan perusahaan  telah menikmati perubahan atau penurunan harga gas yakni PT Kaltim Parna Industri, PT Kaltim Methanol Industri, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Petrokimia Gresik, dan PT Krakatau Steel.(RI)