Salah satu proyek konstruksi yang ditangani PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Salah satu proyek konstruksi yang ditangani PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

JAKARTA – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk terus berupaya menguatkan posisinya di sektor energi Indonesia. Tahun ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor konstruksi tersebut, mematok target untuk dapat meraih kontrak pembangunan pembangkit listrik serta fasilitas produksi minyak dan gas bumi (migas) senilai Rp 4,7 triliun.

Corporate Secretary Wijaya Karya, Natal Argawan Pardede menyebutkan ada dua bidang konstruksi di sektor energi, menjadi ladang garap Wijaya Karya. Yakni pembangunan power plant atau pembangkit listrik, dan pembangunan industry plant atau fasilitas produksi di sektor energi terutama migas.

Untuk pembangunan pembangkit listrik, ujarnya, Wijaya Karya menargetkan perolehan kontrak di 2013 sebesar Rp 2 triliun. Bahkan, lanjutnya, selain mengerjakan proyek EPC (Engineering, Procurement, and Construction)-nya, Wijaya Karya juga ikut menanamkan investasi di pembangkit listrik.

“Bahkan Wijaya Karya menargetkan, pengerjaan EPC dan investasi di pembangkit listrik tahun ini bisa mencapai 100 Megawatt (MW),” ungkap Natal Argawan di Jakarta, pekan lalu.

Sedangkan untuk proyek “industry plant” di sektor energi dan pertambangan, menurut Natal, Wijaya Karya menargetkan lebih tinggi lagi. Yakni mencapai Rp 2,7 triliun di 2013. Saat ini yang sudah terealisasi ialah kontrak “Proyek CNG Plant Tangguh” senilai Rp 400 miliar di Papua, yang diperoleh dari perusahaan migas British Petroleum (BP).

Selain itu, kata Natal, Wijaya Karya juga sudah mendapatkan kontrak proyek konstruksi dari PT Chevron Pacific Indonesia, di Duri, Riau. Diantaranya Wijaya Karya diminta untuk membangun jalan menuju fasilitas migas perusahaan dengan produksi minyak terbesar di Indonesia itu.

Mematok Standar Tinggi

Masuk ke sektor energi, menurut Natal, merupakan tantangan tersendiri untuk Wijaya Karya. Karena perusahaan-perusahaan di sektor energi dan pertambangan, mematok standar yang tinggi terutama dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja dan lingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE) swerta kepatuhan terhadap Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik, red).

Hal ini dibenarkan oleh Direktur Wijaya Karya, Adji Firmantoro. Menurutnya, butuh dua tahun sampai akhirnya Wijaya Karya berhasil menembus proyek CNG Tangguh. “Kita saat tender juga ditanya, bagaimana cara berhubungan dengan pemerintah dan stakeholder. Syukurlah apa yang mereka minta, memang sudah cocok dengan standar yang dipunyai Wijaya Karya,” tutur Adji.

Untuk di dalam negeri, lanjut Adji, Wijaya Karya juga sudah merambah investasi di sektor pelabuhan. Yakni dalam pembangunan “Belawan International Container Terminal” di Medan, dengan nilai mencapai Rp 1,1 triliun. Proyek itu merupakan proyek patungan antara PT Pelindo I sebesar 70%, PT Hutama Karya 15%, dan PT Wijaya Karya 15%.

Sedangkan di luar negeri, proyek-proyek Wijaya Karya baru di kisaran Rp 500 miliar. Diantaranya di Myanmar dan Timor Leste. “Faktor risiko menjadi pertimbangan utama kami dalam memutuskan untuk mengambil suatu proyek,” tukas Adji.    

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)