JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan menyesuaikan teknologi dan metode pengelolaan kilang minyak seiring kondisi unplanned shutdown (mati mendadak) yang kerap terjadi.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sepanjang tahun ini unplanned shutdown lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, namun dari sisi frekuensi masih tinggi. Imbasnya, impor produk minyak Pertamina meningkat.

Kondisi ini  tentu berdampak negatif terhadap neraca perdagangan. Apalagi dengan kondisi harga minyak dunia yang sudah mulai merangkak naik.

Kilang Dumai menjadi salah satu kilang Pertamina yang dituding sering mengalami unplanned shutdown.

Menurut Arcandra, Kilang Plaju dan Dumai menjadi kilang yang paling sering mengalami kondisi unplanned shutdown.

“Kilang ada beberapa kali unplanned shutdown, paling sering saat Juni-Juli. Akibatnya, impor produk lebih banyak dari impor crude karena beberapa kilang terjadi unplanned shutdown,” kata Arcandra di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (9/10).

Selama ini Pertamina menggunakan metode preventive maintenance yang sebenarnya sudah ditinggalkan kilang-kilang yang beroperasi di negara lain. Dengan metode tersebut maka jadwal maintenance kilang sudah dipatok, tanpa memperhitungkan adanya potensi mati mendadak (unplanned shutdown).

Metode lain yang segera digunakan adalah predictive maintenance. Dengan metode baru ini maka Pertamina bisa kapan saja atau lebih fleksibel melakukan maintenance atau perawatan kilang, tanpa harus menunggu jadwal perawatan  yang sudah ditetapkan. Penentuan jadwal perawatan kilang ditetapkan berdasarkan hasil analisa real time yang dilakukan oleh teknologi dan sistem perhitungan tersendiri yang akan khusus diinstall di seluruh kilang Pertamina dalam waktu dekat.

“Maintenance Pertamina strateginya lebih diarahkan ke predictive maintenance, dari sebelumnya preventive maintenance. Kilang-kilang di dunia sudah gunakan predictive maintenance,” ungkap Arcandra.

Arcandra mengaku sudah mengusulkan perubahan mekanisme dan sistem pengelolaan kilang Pertamina sejak tahun lalu, namun baru bisa dieksekusi pada tahun ini.

Namun demikian sebelum mengubah preventive ini, beberapa hal saat ini masih dipersiapkan Pertamina, yakni adalah dari sisi sumber daya manusia, kemudian teknologi dan sistemnya.

“Akan ada penambahan karyawan staff di Pertamina, teknologi sedang dievaluasi, sistem sedang dievaluasi,” kata dia.

Penggunaan teknologi  terbaru diyakini tidak akan berdampak besar terhadap cost atau biaya pengolahan kilang. “Kalau sekarang predictive oke, tidak mahal-mahal banget,” ungkap Arcandra.

Kondisi kilang Pertamina yang sering bermasalah dan berdampak terhadap impor minyak yang dilakukan akhirnya menjawab pertanyaan sebelumnya terkait peningkatan jumlah impor produk minyak Pertamina.

Data Pertamina menyebutkan, impor produk dari gasoline, gasoil hingga avtur total rata-rata per hari sepanjang Januari hingga Agustus 2018 sebesar 393 ribu barel per hari (bph),  meningkat dibanding rata-rata impor produk periode yang sama tahun lalu sebesar 370 ribu bph.

Selain itu, rata-rata impor minyak mentah Pertamina  sebesar 351 ribu bph, lebih rendah dibanding rata-rata impor pada periode Januari-Agustus 2017 sebesar 360 ribu bph.(RI)