JAKARTA – Berbagai masalah di sektor pertambangan diyakini dapat diatasi apabila ada kesepahaman bahwa sumber daya alam (SDA) harus dikuasai oleh negara. Nantinya, dikelola agar manfaat sebesarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Setelah beberapa bulan di kementerian, ternyata kita punya banyak masalah. Kalau dirunut ke belakang, kemana sih arah pengelolaan SDA kita ini. Founding fathers jelas sekali, pasal 33, bumi, air, segala isinya dimanfaatkan negara. Digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujar Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Rabu (1/3).

Menurut Arcandra, dari segi pemanfaatan semestinya dapat dipanjangkan rantai pengolahannya. Baik dana maupun teknologi, harus dikelola oleh bangsa sendiri. Sehingga, hasilnya dapat dimanfaatkan sendiri. “Sisanya, baru kita ekspor. Inilah cita-cita ideal,” tukasnya.

Saat ini pemerintah tengah berseteru dengan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Inc menyangkut izin ekspor konsentrat. Peraturan baru yang diterbitkan pemerintah mengharuskan Freeport merubah status kontrak karya yang dimiliki menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar bisa mendapat izin ekspor. Meski pada awalnya menerima dengan syarat, Freeport kemudian bersikeras mempertahankan status kontrak karya dan tetap mau mendapat izin ekspor.

Freeport juga bersikeras hanya mau mendivestasikan 30 persen sahamnya ke pihak nasional seperti yang telah disepakati dalam renegosiasi amendemen kontrak pertambangan dengan pemerintah. Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 disebutkan perusahaan tambang asing harus mendivestasikan sahamnya hingga 51 persen.

Disisi lain, Archandra masih mempertanyakan kesiapan sumber daya nasional, baik menyangkut dan maupun sumber daya manusia dalam mengelola tambang bawah tanah (underground).

“Apakah kita mampu mengelola tambang yang katanya teknologi paling tua? Jadi, ada kondisi ideal, ada kondisi rill. Kita punya gap. Nah sekarang cita-cita kita harus mempersempit gap ini. Gap-nya harus semakin dipersempit,” kata dia.

Arcandra mengatakan persoalan pertama adalah engineering dan teknologi. Kedua, masalah komersial. Dan ketiga, masalah politik. Yang terjadi sekarang adalah lebih berputar di sisi yang ketiga, politik.

“Persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan satu kementerian saja. Tidak bisa eksekutif saja. Harus legislatif dan yudikatif. Semoga tahun-tahun ke depan, kita punya waktu berdialog. Punya waktu merencanakan ke depan. Energi negatif buang jauh-jauh. Dan terpenting, tidak kehilangan rasa keadilan, rasa jujur, integritas. Tiga hal tersebut harus dilatih setiap hari,” tandas Archandra.(RA)