J

AKARTA – Implementasi program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) perlu dukungan dan sinergi seluruh elemen pemerintah dan stakeholder. Pasalnya penerapan atau penggunaan BBG tidak hanya harus disiapkan dari segi ketersediaan, melainkan juga dari sisi infrastruktur, regulasi serta kesiapan pasar.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Kementerian ESDM akan mencari cara untuk menyiapkan sumber atau pasokan gas. Hal ini harus diimbangi juga dengan berbagai kesiapan lainnya yang menjadi tugas bagi kementerian lain.

Misalnya saja dari sisi regulasi kendaraan pengguna, sosialisasi keramahan lingkungan sebagai dampak penggunaan BBG, termasuk kesiapan tenaga kerja dalam mengoperasionalkan infrastruktur BBG yang harus dan sudah disiapkan.

“Kita harapkan semua kementerian ikut partisipasi, Kementerian ESDM punya peran alokasi gas infrastruktur gas dan pendistribusi BBG. Kementerian Perhubungan punya, regulasi penggunaan BBG untuk kendaraan bermotor bengkel SPBG uji instalasi kendaraan, Kementerian Perindustrian siapkan regulasi spesifikasi, Kementerian Tenaga Kerja persiapan tabung gas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk sosiasliasi,” kata Arcandra seusai pelepasan road show sosialisasi penggunaan BBG di IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/3).

Selain itu, melalui perantara Kementerian Dalam Negeri bisa diterapkan kewajiban penggunaan BBG bagi seluruh kendaraan dinas pemerintah daerah di wilayah yang memang sudah siap infrastruktur gasnya.

“Kemendagri mewajibkan Pemda untuk gunakan kendaraan gas jika infrastruktur sudah tersedia. Lalu BUMN dan KKKS jadi yang terdepan dalam pengunaan kendaraan gas,” katanya.

Lebih lanjut peran stakeholder lain juga ikut berpengaruh dalam percepatan konversi bahan bakar. Salah satunya penggunaan teknologi dual fuel pada kendaraan. “Kita tanya apakah produsen mobil akan membangun converter kit atau sudah disediakan manufaktur yang bisa duel fuel. Apakah tersedia BBG? Pasti ada additional cost,” ungkap Arcandra.

Menurut Arcandra, transportasi merupakan salah unsur utama dalam kesuksesan konversi energi di Indonesia karena konsumsi terbesar BBM hingga kini ada di sektor transportasi. Apalagi pertumbuhan kendaraan saat ini di tanah air rata-rata mencapai 13 persen. Hal tersebut menunjukkan penggunaan BBM akan terus bertambah. Padahal sesuai amanat UU harus ada tindakan konversi energi.

“BBM ada subsidi dan tidak. Nah untuk yang bersubsidi sebagai program pemerintah dan ada di PP 79/2014 tentang kebijakan energi nasional, kita perlu mendorong mengkonversi BBM ke BBG,” ungkapnya.

Salah satu tantangan utama dalam konversi energi ini menurut Arcandra adalah ketersedian infrastruktur. “Seandainya sekian puluh persen dari kendaraan kita dikonversi bbm ke BBG apakah kita sudah cukup bangun SPBG?,” kata dia.

Arcandra meminta sinergi juga diperlukan dalam menambah infrastruktur. Salah satunya dengan kerja sama antara PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusaahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN. Kedua perusahaan milik negara itu menjadi aktor penting dalam upaya penambahan infrastruktur BBG.

“Perlu bersinergi ini antara Pertamina dan PGN, supaya infrastruktur seperti pipa-pipa itu juga tidak double dibangun,” tandasnya.(RI)