JAKARTA– Kegiatan penemuan minyak di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan proses produksinya. Archandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Indonesia banyak yang diproduksi dari pada yang ditemukan, bahkan berdasarkan data yang ada, India malah lebih unggul.

Menurut Archandra, dari 68 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang beroperasi di Indonesia, hanya 20 besar yang menguasai total 90% produksi, sedangkan 48 K3S hanya menghasilkan 10% produksi. Dari 90% yang dihasilkan oleh 20 kontraktor harga per barel minyak yang diproduksi mereka US$19,27 , sedangkan harga per barel yang 10% diproduksi 48 K3S berkisar US$23 .

“Ada masa di mana kegiatan eksplorasi Indonesia menurun, yaitu pada periode 2010-2013. Ini Sangat berdampak namun tidak berupa pengaruh langsung,” ujarnya di Jakarta.

Salah satunya adalah digantinya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 yang dalam banyak hal menghambat proses investasi sehingga perlu direvisi.

“Dalam PP tersebut belum apa-apa calon investor sudah dipajakin, nanti kalau berhasil menemukan dipajakin lagi, dan kalau gagal itu juga masih terkena, faktor ini yang membuat investor enggan (masuk),” kata dia.

Belum lagi faktor administrasi yang masih lambat, sehingga perlu waktu hingga 15 tahun untuk menemukan minyak, padahal di negara maju dari proses pencarian pertama sampai menemukan minyak, itu tidak sampai lima tahun. Sebaliknya di Indonesia perlu waktu 15 tahun.

“Bayangkan investor tertarik pada tahun ini, 15 tahun lagi baru ketemu hasilnya, dan di negara lain berarti sudah menemukan tiga ladang yang baru lebih cepat,” imbuhnya seperti dikutip Antara. (DR)