JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) diminta untuk mengevaluasi rencana pembangunan sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang di Jawa-Bali yang termasuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 – 2028 yang sekarang sedang dibahas.

Dwi Sawung, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan pembatalan sembilan proyek PLTU yang ada di RUPTL 2018-2026 tersebut diperlukan agar PLN dapat terhindar dari kerugian dan memitigasi dari dampak polutan yang dihasilkan.

Kesembilan PLTU itu adalah, Jawa 9 dan 10 di Banten; Jawa 5 di Banten; Jawa 6 di Cikarang; Cirebon 2 di Cirebon; Tanjung Jati B di Jawa Tengah; Celukan Bawang 2 di Bali; Indramayu di Jawa Barat; Tanjung Jati A di Jawa Barat; Jawa 8 di Cilacap.

“Saat ini semua proyek berada dalam tahap pembangunan yang berbeda, mulai dari perencanaan, pengajuan izin, dan beberapa sudah mengantongi kontrak power purchase agreement (PPA) dengan pihak PLN,” kata Dwi, Kamis (13/12).

Selain itu, RUPTL 2019-2028 juga harus memasukkan lebih banyak energi terbarukan dalam sistem ketenagalistrikan. Apalagi target 2025 sebesar 23% energi terbarukan di dalam rencana umum energi nasional sangat jauh dari capaian yang ada sekarang.

“Komitmen Indonesia dalam kesepakatan Paris harus dapat tercermin jelas dalam dokumen RUPTL ini setiap tahunnya. Apabila batu bara masih menempati porsi yang dominan, keseriusan Indonesia dalam melawan perubahan iklim patut dipertanyakan,” ungkap Dwi dalam keterangan tertulisnya.

Pemerintah dan PLN masih belum mau buka suara terkait RUPTL terbaru. Namun dalam draft RUPTL 2019-2028 yang diterima Dunia Energi, porsi pembangkit baru bara memang meningkat ketimbang RUPTL 2018-2027. Dalam draft RUPTL terbaru rencana pengembangan pembangkit sebesar 27.903 MW sementara RUPTL sekarang ini sebesar 26.807 MW.(RI)