JAKARTA – Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memangkas berbagai proses perizinan di sektor energi, khususnya di sektor migas dinilai belum cukup untuk meningkatkan investasi secara signifikan.

Bobby Gafur Umar, Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang ESDM, mengatakan penyederhanaan yang baru saja dilakukan memang terobosan yang positif, namun permasalahan mandegnya investasi di tanah air bukan hanya terkait izin yang selama ini ditangani Kementerian ESDM.

“Ini suatu langkah terobosan yang sangat baik. Akan tetapi yang paling utama dalam investasi adalah fisibilitas dan kepastian hukum. Hal ini yang masih belum bisa dipastikan,” kata Bobby kepada Dunia Energi, Kamis (15/6).

Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 29 Tahun 2017 tentang perizinan pada usaha migas kembali memangkas perizinan di lingkungan Kementerian ESDM di sektor migas menjadi hanya enam perizinan, terdiri dari dua izin terkait hulu migas yakni izin survei umum dan pemanfaatan data migas. Serta empat lainnya terkait hilir migas seperti izin pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan niaga.

Kementerian ESDM menargetkan investasi emas hitam di tanah air pada tahun ini mencapai US$ 23 miliar atau 50% dari target investasi sektor ESDM sebesar US$ 43 miliar. Sisanya listrik sekitar US$ 13 miliar, minerba US$ 6 miliar dan EBTKE sekitar US$ 1,6 miliar.

“Kita lihat saja perkembangannya. Tentu kita semua berharap target masuknya investasi baru senilai US$ 23 miliar bisa berhasil,” ungkap Bobby.

Menurut Komaidi Notonegoro Direktur Eksekutif Reforminer Institute, target investasi migas tahun ini diperkirakan akan sulit tercapai. Pasalnya hingga saat ini saja masih ada berbagai permasalahan yang dikeluhkan para palaku usaha. “Dapat dikatakan terlalu optimistis. Apalagi ditengah sejumlah permasalahan yang dikeluhkan pelaku industri hulu,” kata dia.

Pemerintah pun diminta tidak terlena dengan adanya penyederhanaan izin yang sudah dilakukan karena pekerjaan rumah untuk bisa meningkatkan investasi masih banyak menanti.

“Target silahkan dibuat, tapi kalau dari indikator saat ini target tersebut tidak mudah untuk direalisasikan,” kata dia.

Jika dilihat dari kondisi investasi yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir pemerintah memang mencanangkan target cukup besar untuk investasi sektor migas tahun ini.

Data Indonesian Petroleum Association (IPA) menunjukkan sepinya peminat lelang WK Migas, dari peminat mencapai 33 pada 2012, anjlok pada tahun berikutnya yang hanya enam peminat. Pada 2014 sempat ada peningkatan menjadi 11 namun tidak ada peminat sama sekali pada 2015 dan 2016.

Bahkan untuk iklim investasi migas Indonesia berada diposisi paling buncit di antara negara-negara di kawasan ASEAN karena hanya berasa di urutan 79, kalah bersaing dari Vietnam yang berada di posisi 38, Filipina diposisi di posisi 52. Bahkan Kamboja yang ada diposisi 72.(RI)