JAKARTA –  PT Pertamina Lubricants (PTPL), anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di sektor pelumasan, dalam menjalankan program tanggungjawab sosial (CSR) telah mengubah pola pendekatan dari filantropi yang hanya fokus pada donasi dan voluntir menjadi pendekatan creating shared value(CSV), yakni kemitraan strategis yang dapat menciptakan dampak dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Evolusi program CSR PTPL tersebut melalui program Enduro Student Program (ESP) untuk kemandirian ekonomi masyarakat.

 

“Enduro Student Program pada Agustus 2017 masuk batch 2, program ini sebenarnya telah dimulai pada 2016,” ujar Fitri Erika, Corporate Secretary PT Pertamina Lubricants dalam diskusi “CSR di Industri Pelumas; Mencari Format Komunikasi yang Elegan” di Jakarta, Selasa (3/10).

 

Menurut Erika, ESP berfokus pada sektor pendidikan berupa peningkatan pendidikan bidang otomotif sepeda motor dan kewirausahaan. Tujuannya mencetak wirausaha tenaga muda produktif Indonesia di bidang otomotif khususnya perbengkelan. Pada program ESP, peserta diberikan pelatihan teknik sepeda motor bersama Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), praktik kerja dan mentorship oleh bengkel mitra binaan Pertamina Lubricants, pelatihan kewirausahaan, serta pendampingan usaha perbengkelan.

Sasaran utama adalah siswa atau alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK dipilih  karena merupakan jenjang pendidikan yang sangat erat kaitannya dengan industri otomotif dan teknologi. Segmen ini sesuai dengan kegiatan industri yang dijalankan oleh perusahan. “Dari program ESP batch I telah mencetak wirasuaha muda baru dengan merintis lima bengkel baru di Cilacap,” tambah Erika lagi.

Pada batch pertama, peserta yang mengikuti program ESP sebanyak 18 orang ditambah tiga orang dari program sebelumnya.  Kemudian pada batch 2, diikuti 20 peserta dari seluruh SMK yang berada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Selain ESP, program tanggungjawab sosial lainnya yakni bengkel mitra binaan dan perajin drum bekas oli. Untuk bengkel mitra binaan, syarat utamanya adalah bengkel kecil dengan usia bisnis lebih dari lima tahun. Setelah melalui pemetaan didapatkan ada 7 bengkel. Bengkel-bengkel ini juga kemudian menjadi tempat bagi peserta ESP berkonsultasi terkait permasalah perbengkelan.

Dampak dari program tangggungjawab sosial yang dilakukan oleh PTPL cukup signifikan. Harapan adanya sharing value benar terlaksana. Misalnya dari program ESP, keterampilan para siswa semkin bertambah, mereka mampu menjadi mekanik bengkel yang andal dan menjual produk pelumas Pertamina kemudian mereka memiliki bengkel sendiri. “Satu sisi para peserta menjadi mandiri dengan memiliki usaha sendiri atau memiliki keterampilan di bidang perbengkelan. Di sisi lain, produk pelumas milik Pertamina (Enduro) laku terjual,” katanya.

Begitu juga dengan program bengkel mitra binaan yang dilakukan, produk pelumas Pertamina terus dipromosikan dan penjualannya pun meningkat. Sementara itu dari sisi UKM furnitur, mampu memanfaatkan limbah daru drum oli dan membawa manfaat ekonomi dan bagi Pertamina dari sisi branding ada furniture stylist dengan warna khas Pertamina.

 

Risna Resnawaty, pakar CSR dari Universitas Padjadjaran, menilai positif perubahan skema pendekatan CSR dari filantropi ke CSV apalagi bertujuan memberdayakan masyarakat. Program unggulan Pertamina Lubricants, yaitu Enduro Student Program adalah salah satu bentuk CSR yang bagus karena nilai social return on investment (SRoI) mencapai 4,77. “Itu lebih bagus, di atas 1 pun sudah bagus,” ujar Risna.

Menurut dia, kegiatan CSR wajib diberitakan berdasarkan tiga faktor. Pertama, mempromosikan tentang pemecahan masalah sosial. Kedua, advokasi keadilan sosial. Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari program CSR tersebut tidak hanya sebatas perusahaan, tapi juga masyarakat dan pemerintah.

“Agar program CSR terimplementasi dengan baik perlu sejumlah strategi seperti masuk dalam visi perusahaan, inovasi secara konsisten, SDM yang tangguh,  serta kolaborasi dengan pemerintah dan LSM. Juga perlu memahai tren global, tren politik dan target SDG’s,” ujarnya.

Hidayat Tantan,  pengamat  media dan CEO Visi Dunia Energi, mengatakan agar berita CSR perusahaan dapat tayang di media, aktivitas CSR harus menonjolkan  sisi penerima manfaat CSR sehingga kisahnya menjadi inspirasi bagi pembaca. “Ada local hero yang diangkat lebih baik lagi. Selain itu, perlu diperbanyak media visit agar media tahu secara persis kondisi di lapangan,” katanya.(AT)