JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam waktu dekat memanggil direksi PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan karena Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit I yang dikelola PT Indonesia Power, anak usaha PLN, tidak beroperasi (shut down) lantaran mengalami kerusakan turbin sejak April 2014 lantaran masa operasinya yang telah melewati 32 tahun. Padahal, desain turbin untuk sumur panas bumi rata-rata untuk pemakaian 30 tahun.

“PLN seharusnya cepat tanggap memperbaikinya, apalagi keruskan lebih dari setahun. Kalau begini, gimana caranya kita mengembangkan renewable energy? Ini bisa memberi preseden buruk terhadap komitmen pengembangan listrik yang bersumber dari energi bersih,” ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Kementerian ESDM, menurut Arcandra, akan memanggil manajemen PLN terkait operasi PLTP Unit I Kamojang karena pasokan uap tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Dengan berkurangnya kapasitas PLTP Unit I, secara total wilayah kerja panas bumi Kamojang yang sebenarnya dimiliki PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), hanya bisa memproduksi 205 megawatt (MW) dari kapasitas total lima unit pembangkit yang seharusnya yakni 235 MW.

PGE Area Kamojang memasok uap untuk PLTP Unit I Kamojang. Dari lima unit pembangkit listrik di Area Kamojang, Unit I, Unit II dan Unit III dikelola Indonesia Power, sedangkan Unit IV dan Unit V dikelola PGE Area Kamojang. “Aneh, PLTU Unit I masih belum beroperasi, sementara unit V baru diresmikan,” jelas Arcandra.

Wawan Darmawan, General Manager Area Kamojang PGE, mengatakan pihaknya sebagai pemasok uap untuk PLTP Unit I terpaksa menghentikan aktivitas sumur karena kerusakan turbin sejak April 2014. Dia belum mengetahui secara pasti kapan kegiatan operasional PLTP Kamojang unit I, akan kembali beroperasi. Kewenangan kegiatan operasional PLTP Kamojang Unit I berada di tangan PT Indonesia Power, termasuk perbaikan kalau ada kerusaan.

Menurut Wawan, dalam menjalankan bisnis pengembangan panas bumi di Kamojang, PT Pertamina menggunakan dua skema bisnis yakni skema upsteam project (jual uap) dan skema total project (jual listrik). Dari lima unit pembangkit yang ada di PLTP Kamojang, unit I,II dan III, menggunakan skema upstream project, sementara unit 4 dan 5, pola bisnisnya total project. Untuk PLTP unit 1-3, PT Pertamina Geothermal menjual uap kepada PT Indonesia Power, anak perusahaan PT PLN (persero). Harga jual uap kepada untuk tiga unit pembangkit tersebut sebesar US$ 6,2 sen. Sementara untuk kegiatan total project unit 4 dan 5, harga jual masing-masing US$ 9,7 sen per kWh dan US$ 9,4 sen per kWh. Jual beli uap dan listrik di PLTP Kamojang, terikat dalam kontrak jangka panjang 30 tahun.

Lapangan panas bumi Kamojang di Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang dikelola Pertamina sejak 1983 merupakan yang terbaik di dunia lantaran uap yang dikeluarkan sangat kering (very dry) dan kelembabannya sangat rendah. Pertamina, melalui PGE akan mengembangkan potensi panas bumi di Kamojang menjadi 1.000 MW di masa datang.

Sistem pembangkitan PLTP Kamojang adalah sistem pembangkitan yang memanfaatkan tenaga panas bumi berupa uap. Uap tersebut diperoleh dari sumur-sumur produksi yang dibuat Pertamina. Uap dari sumur produksi mula-mula dialirkan ke steam receiving header. Fungsinya menjamin pasokan uap agar tidak mengalami gangguan meskipun terjadi perubahan pasokan dari sumur produksi. (DR)