JAKARTA – Sebelas perusahaan produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) membatalkan kesepakatan perjanjian jual beli listrik (power puchase agreement/PPA) secara sepihak dengan PT PLN (Persero). Kesebelas perusahaan tersebut merupakan produsen listrik swasta berbasis pembangkit listrik tenaga air.

Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Strategis 1 PLN, mengatakan baru menerima kabar pembatalan kesebelas IPP untuk menandatangani PPA sesaat sebelum acara. Hingga saat ini PLN belum mengetahui alasan pembatalan tersebut.

“Alasannya apa kami sendiri belum menerima secara formal. Tapi yang pasti ada ketidaksepakatan,” kata Nicke usai penandatanganan PPA dengan 53 perusahaan IPP di Jakarta, Rabu (2/8).

Pembatalan kesepakatan PPA dari 11 perusahaan tersebut membuat jumlah PPA yang ditandatangani untuk pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara berkurang dari semula 64 PPA dengan kapasitas 400 megawatt (MW) menjadi 53 PPA dengan kapasitas sekitar 350 MW.

Menurut Nicke, PLN nantinya akan menindaklanjuti pembatalan sepihak tersebut. Pasalnya, PLN sudah terlanjur melakukan pengadaan karena itu perjanjian atau kesepakatan tidak bisa begitu saja diubah. PLN juga akan meminta penjelasan secara formal kepada 11 pelaku usaha tersebut.

Dia menegaskan PLN telah melakukan prosedur pengadaan secara langsung karena tergolong pembangkit listrik berskala kecil. Proses ini pun telah dilakukan sejak dua tahun lalu.

PLN membantah adanya unsur paksaaan dalam proses penandatanganan PPA karena jika ingin dilakukan penandatanganan harus berdasarkan kesepakatan bersama.

Menurut Nicke, pada awal proses pihak IPP mengajukan proposal pembangunan berikut dengan usulan harga yang ditawarkan. PLN mengevaluasi proposal tersebut dan kemudian diajukan kembali ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Di semester I sudah ada kesepakatan tarif antara pengembang dan PLN, terus kita minta persetujuan ESDM. Setelah ada persetujuan dari Menteri ESDM baru bisa ditandatangani,” ungkap Nicke.

Tohari, Kepala Divisi Pembangkit EBT PLN, menambahkan kesebelas IPP yang mangkir dari penandatanganan PPA merupakan para pengembang yang berencana membangun pembangkit listrik bertenaga hydro dengan kapasitas rata-rata 5 MW. Kemungkinan besar para IPP menunggu direvisinya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 43 Tahun 2017 sebagai revisi dari Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

“Mereka sepertinya memang menunggu revisi Permen 43, ada poin yang dipermasalahkan. Kita juga belum dapat laporan resmi masih kita tunggu,” tandas Tohari.(RI)