JAKARTA – Target operasional (commercial operation date/COD) proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 yang digarap PT Bukit Asam Tbk (PTBA) diundur menjadi dari 2019 menjadi 2023. Penundaan jadwal operasional akan tertuang dalam revisi perjanjian jual beli listrik antara PT PLN (Persero) dengan Bukit Asam.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan PLN, mengatakan Bukit Asam sebagai kontraktor pembangunan tidak keberatan jika operasional PLTU Sumsel 8 mundur. “Dimundurin COD-nya, sekitar 2023 saat sistemnya sudah kuat,” kata dia di Jakarta.

Supangkat memastikan bahwa meskipun mengalami kemunduran, kapasitas dan sistem transmisi yang digunakan tetap akan sama seperti rencana awal yang telah dibuat. Selain itu, PLTU Sumsel 8 juga akan menjadi bagian dari sistem kelistrikan Sumatera tidak lagi masuk dalam sistem Jawa Bali.

Achmad Sudarto, Direktur Keuangan Bukit Asam, mengatakan selain pertimbangan waktu, perusahaan juga melihat kesiapan jaringan transmisi yang perlu dibangun PLN. “Karena kalau selesai lebih cepat kami tidak bisa salurkan juga ke PLN. Jadi, tetap sesuai dengan PLN,” kata dia.

Molornya pembangunan PLTU Sumsel 8 sendiri diakibatkan belum siapnya sistem transmisi untuk proyek dengan nilai investasi US$ 1,6 miliar itu. Padahal PLN juga tidak jadi mengubah spesifikasi pembangunan PLTU Sumsel 8 menjadi 4×300 megawatt (MW) dan diputuskan tetap 2×600 MW.

PLN kembali harus menyesuaikan konsep proyek sesuai ketentuan awal usai mempertimbangkan desain Engineering, Procurement and Construction (EPC), nilai investasi, hingga tarif listrik yang akan dijual ke PLN nantinya.

Menurut Iwan, dengan mundurnya target COD PLTU Sumsel 8 maka PLN juga akan melakukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dalam waktu dekat sehingga bisa dilakukan amendemen perjanjian jual beli (power purchase agreement/PPA).

“Revisi RUPTL sedang dibahas kan
COD-nya dimundurin, tunggu RUPTL baru tinggal revisi amendemen waktu COD saja. Ya bulan-bulan ini mungkin,” tandasnya.(RI)