JAKARTA – Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (APMI) meminta kepada pemerintah dan DPR untuk memasukkan klausul jasa penunjang hulu migas dalam revisi UU Migas. Hal itu dinilai sangat penting guna menjaga perusahaan pemboran migas dari ulah nakal oknum kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang tidak!tunduk pada kontrak kerja sama.

“Klausul itu sangat krusial agar urusan utang-piutang yang terpaksa masuk ke pengadilan bisa diselesaikan secara adil,” ujar Wargono Soenarko, Ketua Umum APMI.

Lebih lanjut Wargono menyatakan, saat ini jumlah piutang anggota APMI yang masih belum dibayarkan KKKS jumlahnya mencapai US$300 juta. Jumlah itu tentu saja menimbulkan ketidakstabilan kondisi keuangan perusahaan sehingga kegiatan operasional menjadi terganggu.

“Bahkan KKKS yang sudah berproduksi pun ada yang tidak mau bayar. Ada yang sampai satu tahun belum juga dibayar,” ungkap dia.

Menurut Wargono, APMI sebenarnya sudah melakukan berbagai cara untuk bisa mengklaim hak mereka, namun berbagai cara akhirnya gagsl lantaran posisi perusahaan penunjang hulu migas yang belum jadi bagian yang diatur dalam UU Migas.

“Begitu kita bawa ke pengadilan, posisi kita sangat lemah karena jasa penunjang hulu migas belum diatur dalam UU Migas,” kata dia.

Regulasi yang ada saat ini, dinilai tidak membuat adanya kesetaraan dalam kontrak usaha jasa penunjang migas antara KKKS dengan perusahaan jasa penunjang migas. Apalagi setelah UU No 22 Tahun 2001 tentang migas dibatalkan Mahkaman Konstitusi (MK) pada 2012,semakin membuat arah tata kelola migas menjadi tidak jelas.(RI)