JAKARTA – Rencana pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) mengelola blok minyak dan gas yang tidak laku dilelang dinilai akan membantu menggairahkan iklim investasi migas nasional.

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, mengatakan melalui joint study, identifikasi potensi-potensi migas yang perlu dieksplorasi di tanah air akan makin terpetakan. Sekaligus juga bisa menjawab keluhan investor selama ini tentang keterbatasan data.

“Dengan joint study kan artinya sudah ada upaya langsung di dalam menganalisis dan mematangkan kualitas data atau informasi yang ada,” ungkap Pri kepada Dunia Energi, Kamis (20/9).

Dia menambahkan apabila sudah memutuskan untuk joint study, Pertamina diharapkan melakukan dengan perusahaan-perusahaan migas lain berskala International Oil Company (IOC) atau majors, agar peluang untuk bisa menemukan lapangan-lapangan baru dengan skala raksasa juga lebih terbuka lebar.

“Untuk bisa bangkit, hulu migas Indonesia butuh menemukan lapangan migas baru dengan skala cadangan besar, seperti Blok Rokan, Mahakam, Masela, atau setidaknya seperti Blok Cepu lagi,” kata Pri.

Menurut Pri, pemerintah jangan lepas tangan hanya memberikan penugasan kepada Pertamina. Pemerintah tetap harus memberikan dukungan kepada Pertamina, karena untuk melakukan eksplorasi tersebut pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit.

“Harus didukung penuh, jangan hanya diwajibkan, tapi juga didukung, difasilitasi dan diberi kemudahan hingga privileges. Dukungan fiskal dan non fiskal yang cukup agar Pertamina punya cukup ruang gerak untuk melakukan itu,” kata Pri.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan akan mengkaji kebijakan untuk menugaskan Pertamina mengelola blok migas yang tidak laku dilelang.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan tujuan dari rencana penugasan ke Pertamina adalah untuk meningkatkan aktivitas eksplorasi yang minim di Indonesia. Nantinya Pertamina bisa memanfaatkan dana Komitmen Kerja Pasti (KKP) yang sudah dianggarkan untuk eksplorasi di blok migas yang sebelumnya sudah diberikan ke Pertamina

“Saya ada rencana mau menawarkan atau menugaskan untuk wilayah kerja yang tidak laku dilelang ke Pertamina. Pertamina ada dana KKP dari blok produksi. Jadi kami arahkan dana itu untuk ini (eksplorasi di blok tidak laku lelang),” kata Djoko di Jakarta, Rabu (19/9).

Apabila dibutuhkan peraturan maka pemerintah akan menyusun regulasi penggunaan dana KKP. Selain untuk blok migas eksisting juga bisa digunakan blok migas non eksisting atau yang belum dimiliki Pertamina atau dananya digunakan untuk kegiatan eksplorasi di blok migas yang ditugaskan ke Pertamina nanti.

“Kan perlu kejelasan supaya nanti enggak salah investasi. Menurut saya sih perlu ada peraturan menteri, bahwa uang KKP bisa digunakan di WK eksisting, luar WK eksisting dan WK yang ditugaskan,” kata Djoko.

Menurut Djoko, pembahasan tersebut sudah dilakukan dengan Pertamina, dan perusahaan migas pelat merah itu baru menyanggupi untuk melakukan joint study di beberapa blok migas yang sempat ditawarkan oleh pemerintah.

“Pertamina sampai sekarang ini secara lisan baru mau untuk joint study, dimanapun yang kami tawarkan. Kami tawarkan, ini ada 19 WK, oke kami mau pilih tapi dia (Pertamina) mau di joint study dulu, kenapa? Karena dia mau lihat dulu potensi,” papar Djoko.

Djoko mengatakan joint study tidak salah dan wajar jika dilakukan. Namun, apabila Pertamina sudah siap dan yakin dengan potensi di blok yang ditugaskan maka penandatanganan kontrak Production Sharing Contract (PSC) bisa langsung dilakukan.

“Kalau dia (Pertamina) memutuskan, oke saya ambil langsung tanda tangan PSC ya bisa juga. Kalau joint study, paling tidak tunggu enam bulan baru tanda tangan PSC dan itu lelang lagi kan (penawaran langsung),” tandas Djoko.(RI)