JAKARTA – Tren penurunan Harga Acuan Batu Bara (HBA) berlanjut. Pada November 2018, Kementerian Energi Sumber ‎Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA sebesar US$97,9 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan HBA November 2019 lebih rendah dibanding HBA Oktober 2018 sebesar US$100,89 per ton.

“Dari statistik HBA bulanan, HBA November 2018 turun 2,97% dibanding Oktober 2018,” kata Agung, Senin (5/11).

Menurut Agung, ‎berdasarkan kondisi pasar global penyebab penurunan HBA disebabkan pembatasan kuota impor yang diberlakukan China yang masih berlanjut, sehingga menyebabkan permintaan batu bara dari negara itu ikut melemah.

“Pasokan batu bara dari Indonesia berlebih akibat lesunya permintaan batu bara di pasar China,” ungkap Agung.

Selain dipengaruhi kondisi permintaan China, adanya kendala dalam distribusi batu bara Australia juga turut andil yang sebabkan harga batu bara terkoreksi.

Penuruan harga batu bara juga dipengaruhi turunnya indeks bulanan untuk ICI turun 0,42%, NEX turun 5,14%, GCNC turun sebesar 4,1% dan Index Platt’s turun 1,25%.

“Penundaan pengiriman batu bara dari Australia, khususnya untuk pengaruh harga pada ‎Index Newcastle terkendala, karena masalah distribusi batu bara menggunakan kereta api,” ungkap Agung.

Laju penurunan harga batu bara dalam dua tiga bulan terakhir sudah diprediksi oleh para pelaku usaha.

HBA Oktober dipatok sebesar US$100,89 per ton, turun dibanding bulan sebelumnya US$104,81 per ton.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), sebelumnya mengatakan, pada dasarnya harga batu bara tidak dapat diprediksi secara pasti, namun berdasarkan proyeksi pergerakan yang dipengaruhi pasokan maka penurunan harga berpotensi besar terjadi.

Hendra memprediksi bukan tidak mungkin harga batu bara akan berada diposisi dibawah US$ 100 per ton. Hal ini dipicu kebijakan salah satu konsumen batu bara utama dunia, China yang melakukan pembatasan impor. Belum lagi dengan kondisi non teknis yang mempengaruhi produksi seperti kondisi cuaca.

Selain itu pemerintah juga sudah mengindikasikan menggenjot produksi lantaran harga batu bara yang tinggi, dengan menggenjot ekspor.

“Bisa jadi karena demand China turun karena pengurangan impor. Itu sudah jelas sekali. Ditambah sentimen harga seiring rencana pemerintah menggenjot ekspor.,” tandas Hendra.(RI)