JAKARTA – Indonesia sukses menyalip Filipina dan menjadi negara dengan pemanfaatan energi panas bumi terbesar dunia dibawah Amerika Serikat. Pencapaian tersebut diperoleh lantaran kapasitas Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) hingga akhir 2017 sudah mencapai 1.838,5 megawatt (MW), dibawah kapasitas PLTP di Amerika Serikat sekitar 3.500-an MW.

“Sebetulnya kalau kita mau klaim, itu sudah menyalip Filipina, karena mereka sudah decline dari 1.850-an ke 1.600-an MW. Jadi kita sudah 1.800-an MW,” kata Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disela diskusi bersama media di Jakarta, Rabu malam (27/12).

Pencapaian tersebut tidak terlepas dari tidak adanya pembangkit panas bumi baru yang dikembangkan Filipina dan adanya aktivitas perawatan fasilitas. Disisi lain, Indonesia dalam beberapa tahun terakhir gencar membangun pembangkit, termasuk yang berasal dari panas bumi.

Menurut Yunus, kapasitas PLTP akan terus meningkat pada 2018 seiring rampungnya beberapa pembangkit, seperti PLTP Sarulla Unit 3 berkapasitas 110 MW yang ditargetkan selesai paling cepat Maret 2018. PLTP Sorik Merapi dengan kapasitas 2×20 MW yang ditargetkan rampung pada September 2018. Serta PLTP Sokoria di Nusa Tenggara Timur yang direncanakan berkapasitas 3×10 MW dengan pengerjaan tahap pertama untuk 10 MW yang ditargetkan bisa rampung pada Desember 2018.

Seiring pencapaian hingga akhir 2017, pemerintah optimistis target 7.200 MW energi dari panas bumi dalam Rencana Umum Energi Nasioinal (RUEN) pada 2025 akan bisa tercapai.

Realisasi saat ini dari target RUEN yang sudah ditugaskan pengembangan potensi panas bumi sudah mencapai sekitar 4.000 MW dengan total kapasitas pembangkit terpasang yang sekarang mencapai 1.800 MW maka kekurangannya kurang lebih sekitar 1.500 MW.

Yunus mengatakan pemerintah hanya tinggal melelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) atau penugasan ke badan usaha untuk mengejar target yang dicanangkan dalam RUEN. Namun dalam mengejar target tersebut pemerintah juga harus memperhatikan beberapa hal lainnya, seperti kebutuhan yang harus disesuaikan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

“Kami akan sesuaikan kebutuhan dengan RUPTL, demand yang ada. RUPTL kan tiap tahun direvisi, tergantung perkembangan dari pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penjualan listrik juga,” ungkap dia.

Hingga saat ini panas bumi menjadi andalan utama dalam upaya pemanfaatan energi baru terbarukan. Ini bisa dilihat dari realisasi dan proyeksi investasi di sektor EBT yang didominasi oleh pembangunan PLTP. Dari total realisasi investasi EBT 2017 sebesar Rp 17,66 triliun, lebih dari 50% berasal dari investasi panas bumi.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Derajat di Garut, Jawa Barat.

“Sekitar Rp 14 triliun dari Rp 17,66 triliun itu dari panas bumi. Total investasi di geothermal sepanjang 2017 adalah US$ 1,043 miliar. Kalau dari angka Rp17,66 triliun, 80% panas bumi,” tandas Yunus.(RI)