JAKARTA – Strategi efisiensi seperti yang dilakukan saat harga minyak anjlok pada 2015-2016 akan kembali ditingkatkan PT Pertamina (Persero). Hal ini dilakukan tidak lepas dari defisit yang dialami di bisnis sektor hilir.

Arif Budiman, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan manajemen memproyeksikan ruang efisiensi seharusnya bisa membantu keuangan. Hingga akhir 2018, Pertamina menargetkan efisiensi yang dihasilkan bisa mencapai Rp4 triliun.

“Efisiensi Rp4 triliun targetnya. Realisasi masih on track, masih Rp2 triliun,” kata Arif saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (24/7).

Arif Budiman, Direktur Keuangan Pertamina

Menurut Arif, kondisi keuangan Pertamina juga bakal terbantu jika tambahan subsidi solar sebesar Rp1.500 per liter yang diajukan pemerintah kepada DPR disetujui. Pertamina sebelumnya juga telah menerima pembayaran piutang 2016 dari pemerintah sebesar Rp 15 triliun.

Pertamina mengklaim masih memiliki kemampuan keuangan yang mumpuni, sehingga tidak benar dikatakan Pertamina akan bangkrut.

“Banyak (kas), membantu (subsidi solar). Pemerintah kan konsen masalah ini. Ini juga membantu kami banyak, tagihan Rp 15 triliun sudah dibayar yang piutang 2016. Kami sudah cukup banyak dibantu,” ungkap Arif.

Selain efisiensi, Pertamina juga akan menunda investasi di sektor hilir. Beberapa proyek yang dinilai tidak terlalu mendesak untuk segera dirampungkan akan dievaluasi jadwal penyelesaiannya.

“Kayak renovasi, kan sekarang tidak perlu-perlu sekali. Capex US$6 miliar, setengah tahun kami sudah bisa lihat, lupa saya detailnya berapa, tapi memang beberapa itu ada yang belum terealisasi, sama yang kayak proyek,” ungkap dia.

Arif mengatakan untuk rencana share down, terutama di sektor hulu, adalah strategi korporasi jangka panjang. Izin yang diberikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan izin prinsip yang memberikan persetujuan bagi perusahaan untuk memulai langkah-langkah persiapan share down. Karena aksi share down juga merupakan kebijakan perusahaan yang harus melalui proses panjang.

Arif menjelaskan share down diperlukan lantaran investasi Pertamina tidak hanya fokus di satu sektor, misalkan di hulu atau kilang saja tapi diupayakan berjalan beriringan.

“Itukan strategi jangka panjang. Dari dulu mau di kilang atau hulu, proses kan enggak bisa satu dua minggu. Itu kan izin prinsip. Aset yang mana dan lainnya kan masih panjang, masih sangat awal sekali,” tandas Arif.(RI)