JAKARTA – PT Timah Tbk menargetkan kelanjutan proyek kerja sama pemisahan unsur-unsur logam dalam tanah jarang ke skala industri dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) diputuskan pada akhir tahun ini.

Trenggono Sutrisno,  Direktur Pengembangan Usaha dan Niaga Timah, mengatakan Timah telah memiliki proyek percobaan (pilot project) dengan Batan untuk melakukan  pemisahan logam dalam tanah jarang untuk menjadi beberapa logam turunan lainnya. Proyek tersebut berpotensi untuk dikembangkan hingga skala industri.

Dalam tanah jarang tersebut, ada dua unsur radioaktif yang kewenangan pengelolaannya ada di Batan, yakni thorium dan uranium. Adapun logam lainnya berpotensi untuk dikembangkan oleh Timah.

“Terkait scale up itu, kami bicarakan bagaimana prosesnya dengan Batan. Kami harapkan akhir tahun ini  sudah ada keputusan go or not go, termasuk bagaimana dari sisi ekonomisnya,” kata Trenggono di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Trengggono, sejauh ini terdapat sekitar empat mineral tanah jarang yang berpotensi dikembangkan.

“Aplikasinya bisa banyak, antara lain untuk baterai mobil, magnet, atau bisa juga untuk alat-alat kesehatan,” kata dia.

Sebagai mineral masa depan, Trenggono berharap terdapat regulasi khusus yang mengatur pengembangan logam tanah jarang yang saat ini belum diatur sama sekali. Hal tersebut perlu diatur supaya pengembangan logam mineral tanah jarang tersebut bisa terarah.

Dia menilai tanah jarang kemungkinan besar memang bakal diekspor. Namun, dengan adanya teknologi pemisahan yang tengah dikembangkan saat ini, yang diekspor sudah dalam bentuk logam dan bukan barang mentah.

“Regulasi tidak ada yang ada karena monasit termasuk mineral radio aktif saat ini yang ada batan untuk bisa menguasai. Nah yang jadi pertanyaan setelah kami pisahkan gimana selanjutnya,” tandas Trenggono.(RI)