Pemupukan atau penambahan nutrisi tanah pada kegiatan bioremediasi Chevron.

Pemupukan atau penambahan nutrisi tanah pada kegiatan bioremediasi Chevron.

JAKARTA – Penasehat hukum terdakwa kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah, meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang mengadili perkara itu, untuk melakukan “pemeriksaan setempat” atau pemeriksaan di lokasi proyek bioremediasi.

Permintaan itu disampaikan tim penasehat hukum Bachtiar, di akhir persidangan kasus bioremediasi yang berlangsung pada Kamis, 22 Agustus 2013.

Menurut tim penasehat hukum, pemeriksaan setempat diperlukan, karena cukup banyak hal-hal yang penting untuk dilihat dan diperhatikan oleh Majelis Hakim, sesuai kondisi obyektif di lapangan. Ketua Majelis Hakim Antonius Widijantono pun menyatakan, akan mempertimbangkan permohonan itu.

Secara terpisah, Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan, membenarkan bahwa CPI mendukung permintaan pemeriksaan setempat, karena sangat penting dalam memberikan gambaran lengkap tentang proyek bioremediasi, yang sedang diperkarakan Kejaksaan Agung.

“Kami mendukung permintaan ini sebagai bagian dari komitmen kami untuk selalu menjunjung tinggi transparansi dan sebagai perusahaan yang bertanggung jawab atas semua operasinya. Selain itu permintaan untuk mengundang majelis hakim berkunjung ke fasilitas bioremediasi merupakan hak hukum karyawan kami,” jelas Dony.

Dony mengaku, sejak disidangkannya kasus ini akhir tahun lalu, pihaknya percaya bahwa kunjungan ke fasilitas bioremediasi CPI sangat penting bagi majelis hakim. Yakni untuk memahami keberadaan, alasan bisnis, alasan hukum, proses bioremediasi, dan keberhasilan proyek lingkungan ini.

“Di wilayah operasinya CPI memiliki 9 fasilitas bioremediasi. Kunjungan ke fasilitas bioremediasi ini diperlukan untuk memperoleh gambaran proyek ini secara utuh,” terang Dony di Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2013.

Pemeriksaan di Luar Rutan

Permohonan lainnya yang disampaikan penasehat hukum Bachtiar di akhir persidangan kemarin, ialah kepastian mengenai jadwal persidangan yang akan datang. Mengingat setelah berlangsungnya 8-9 kali persidangan, baru 9 saksi yang diperiksa. Sementara penasehat hukum perlu menghadirkan total 15 saksi dan 15 orang ahli.

“Apabila mengikuti ritme persidangan saat ini, penasehat hukum masih membutuhkan 7 kali persidangan. Oleh karena itu kami ingin mendapatkan kepastian kapan diberikan waktu yang cukup untuk mendatangkan saksi dan ahli,” ujar Maqdir Ismail, Ketua Tim Penasehat Hukum Bachtiar. Ia pun meminta, pemanggilan terhadap para saksi yang tersisa dilakukan secara benar.

Selain itu, lanjut Maqdir, di akhir persidangan kemarin penasehat hukum juga menyampaikan keperluan terdakwa, untuk diperiksa oleh dokter di luar LP (Lembaga Pemasyarakatan) Cipinang, tempat Bachtiar ditahan selama menjalani pengadilan perkara bioremediasi.

“Untuk keperluan itu, pihak LP Cipinang membutuhkan izin dari Majelis Hakim,” ucapnya seraya menyerahkan surat permohonan kepada Majelis Hakim.

Menjawab permohonan ini, Ketua Majelis Hakim menyatakan akan mengabulkan permintaan pemeriksaan kesehatan terdakwa oleh dokter di luar LP Cipinang, apabila ada rujukan dari dokter rumah tahanan (rutan) tersebut bahwa terdakwa memang harus diperiksa oleh dokter khusus di luar rutan.

“Rujukan sebaiknya diserahkan kepada Majelis Hakim, tidak perlu melalui birokrasi,” ujar Hakim Ketua Antonius Widijantono. Terkait dengan jadwal pasti persidangan, Antonius mengatakan, Majelis Hakim akan menentukan sikap mengenai kepastian waktu di persidangan yang akan datang.

Antonius lantas bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), berapa saksi dan ahli lagi yang akan dihadirkan oleh JPU. Dijawab oleh JPU, masih ada 7 orang saksi dan 3 ahli lagi yang hendak dihadirkan JPU. Majelis Hakim pun mengingatkan Jaksa Penuntut Umum agar memanfaatkan waktu seefisien mungkin, sehingga penasehat hukum juga mendapatkan waktu yang cukup.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)