JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berpotensi menanggung kerugian akibat kenaikan harga minyak mentah yang tidak diikuti dengan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) penugasan jenis premium dan solar sepanjang semester I 2017.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, mengatakan tidak adanya perubahan harga BBM penugasan membuat Pertamina berpotensi menanggung potential lost sebesar Rp 12,8 triliun. Pasalnya,  jika harga dihitung sesuai dengan formula maka terdapat gap atau selisih antara harga saat ini dengan harga yang sesuai dengan kondisi pasar.

“Kami punya formulasi ketetapan itu solar beda Rp 1.600 per liter dan premium Rp 450 per liter kami akumulasi ada revenue yg tidak kami peroleh Rp 12,8 triliun,” kata Massa saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR,  Senin (28/8).

Harga premium tercatat masih dipatok Rp6.450 per liter di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan Rp6.550 per liter untuk wilayah Jamali. Demikian pula harga solar tetap dipatok Rp5.150 per liter.

Menurut Massa, Pertamina  tidak akan menjadikan kondisi tersebut sebagai alasan anjloknya pendapatan bersih perusahaan pada semester pertama tahun ini. Karena untuk distribusi solar dan premium merupakan penugasan dari negara sehingga beban yang ditanggung sebagai bentuk pelayanan terhadap negara.

“itu tidak bisa dijadikan excuse, kami tidak boleh manja karena tidak ada penyesuaian harga,” ungkap dia.

Arif Budiman, Direktur Keuangan Pertamina,  menambahkan meskipun tertekan di hilir, khususnya di pemasaran BBM penugasan, anjloknya laba bersih perusahaan masih bisa ditekan dengan positifnya kinerja anak-anak perusahaan  khususnya di sektor hulu.

“Kita lihat kinerja-kinerja operasi di hulu dan hilir sebenarnya meningkat tapi pengaruh harga ini kami harus tangani secara finansialnya,” ungkap dia.

Pada semester pertama tahun ini laba bersih Pertamina anjlok sebesar 24% menjadi US$1, 4 miliar dibanding periode yang sama 2016 sebesar US$ 1,83 miliar.(RI)