JAKARTA – PT Pertamina (Persero) pada kuartal I 2017 membukukan pendapatan US$ 10,15 miliar, naik 19% dibanding periode yang sama 2016 sebesar US$ 8,55 miliar. Namun laba bersih turun 24,75% menjadi US$760 juta dibanding kuartal I 2016 sebesar US$1,01 miliar.

Kenaikan harga minyak dunia turut memberi andil terhadap penurunan kinerja keuangan Pertamina. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang pada kuartal I 2016 sebesar US$ 30,32 per barel, naik menjadi US$51 per barel pada kuartal I 2017.

Kenaikan harga minyak yang disatu sisi mengangkat kinerja perseroan di sektor hulu, namun disisi lain justru menjadi beban di sektor hilir. Pasalnya, Pertamina mendapat tugas untuk mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar. Premium yang tidak lagi mendapat subsidi, namun harganya tetap ditentukan pemerintah.

Saat ini harga BBM jenis premium tetap dipertahankan sebesar Rp 6.450 per liter sejak ditetapkan pada Mei 2016. Padahal seiring harga kenaikan harga minyak dunia, harga keekonomian premium sudah melampaui harga yang ditetapkan pemerintah saat ini.

Kondisi yang tidak jauh berbeda dengan solar. Meski masih mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp500 per liter, Pertamina harus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang ditetapkan saat ini sebesar Rp5.150 per liter.

“Kalau lihat selisih harganya dengan keekonomian saat ini, untuk premium itu sebesar Rp450 per liter dan solar mencapai Rp1.100 per liter,” kata Arief Budiman, Direktur Keuangan Pertamina dalam paparan kinerja Pertamina di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (24/5).

Namun Pertamina menilai penurunan laba bersih masih aman, karena kinerja operasional mampu menahan penurunan laba lebih dalam. Ini ditunjukan dengan peningkatan realisasi belanja modal pada kuartal I 2017 yang mencapai US$ 1,1 miliar.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, mengatakan realiasasi belanja modal kuartal I 2017 naik signifikan karena investasi yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya bisa dibayarkan pada tahun ini. “Jadi banyak investasi pada 2016 atau tahun sebelumnya yang dibayarkan pada awal 2017,” kata Elia.(RI)