JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menegaskan regulasi baru wilayah kerja (WK) atau blok migas yang habis kontrak (terminasi) tidak akan mempengaruhi target road map jangka panjang perusahaan. Dalam regulasi baru tersebut pemerintah tidak lagi memberikan prioritas utama kepada Pertamina untuk mengelola blok migas terminasi.

Denny S Tampubolon, Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina, mengatakan  meskipun tidak menjadi yang pertama ditawarkan, Pertamina tetap bisa bersaing dengan kontraktor eksisting untuk mengelola blok terminasi.

Selain itu, pada dasarnya Pertamina tidak harus selalu menguasai blok yang habis masa kontrak. Sebagai  perusahaan migas, Pertamina tentu memiliki banyak pertimbangan sebelum memutuskan untuk menjadi operator di suatu blok migas.

“Pertamina juga akan tetap kompetitif. Tidak ada kepikiran gini, pokoknya setiap blok terminasi Pertamina ambil. Pertamina juga akan melihat case by case,” kata Denny di temui di sela-sela pelaksanaan Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex 2018 di JCC, Rabu sore (2/5).

Lebih lanjut Ia pun menjelaskan regulasi baru bisa dilihat juga di berbagai negara, sehingga bukan sesuatu yang dikhawatirkan.

“Satu hal yang mau saya barangkali sampaikan kadang-kadang kebijakan pemerintah yang sangat bagus  ditabrakkan dengan nasionalisasi. Saya kira enggak gitulah. Ini tidak hanya di Indonesia,” ungkap Denny.

Selain itu, blok migas terminasi ke Pertamina atau tidak juga tidak akan merubah pencatatan dalam produksi migas nasional. Pertamina juga masih bisa menambah produksi migas dari luar negeri.

Poin utama yang harus menjadi fokus adalah bagaimana menambah pasokan minyak ataupun gas yang dibutuhkan masyarakat. Terlebih minyak yang saat ini memiliki gap cukup jauh antara pasokan dan kebutuhan.

“Yang jadi isu kita kan hari ini konsumsi BBM 1,5 juta-1,6 juta barel per hari (bph), produksi minyak 800 ribu bph, itu kan minus. Nah salah satu  itu bagaimana kita melakukan ekspansi ke luar negeri untuk bisa membawa minyak. Jadi tidak ada kaitan yang tadi itu (tidak memprioritaskan Pertamima),” tegas Denny.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2018 yang pada pasal 2 menyebutkan menteri ESDM menetapkan pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang berakhir kontrak kerja samanya dalam bentuk : Pertama, perpanjangan kontrak kerja sama oleh kontraktor. Kedua, pengelolaan oleh Pertamina dan opsi berikutnya pengelolaan secara bersama antara kontraktor dan Pertamina.

Padahal dalam beleid sebelumnya yakni Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2015 menyebutkan bahwa menteri menetapkan pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang berakhir kontrak kerja samanya dalam bentuk pertama pengelolaan oleh Pertamina, kemudian perpanjangan kontrak kerja sama oleh kontraktor serta opsi berikutnya pengelolaan secara bersama antara kontraktor dan Pertamina.(RI)