JAKARTA – Pemerintah memutuskan secara resmi harga gas untuk industri di Sumatera Utara sebesar US$ 9,95 per MMBTU dan mulai berlaku sejak 1 Februari 2017. Penetapan harga gas seiring keluhan sektor industri atas tingginya harga gas di daerah tersebut.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan harga gas industri adalah tidak lagi menggunakan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG). Pemerintah menetapkan gas untuk industri akan menggunakan gas pipa dan LNG akan diperuntukan untuk pembangkit listrik. Dengan begitu maka biaya regasifikasi menjadi hilang sehingga harga gas bisa ditekan.

“Tadinya LNG itu diganti ke gas pipa semua. LNG tadinya mahal. Nanti harga disesuaikan setelah penyesuaian PJBG” kata Wiratmaja usai memberikan paparan pada Indogas 2017 di Jakarta, Rabu (8/2).

Harga gas untuk kalangan industri di wilayah Sumatera Utara memang terbilang paling tinggi di Indonesia, rata-rata bisa mencapai US$ 13,38 per MMBTU.

Ahmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas saat dikonfirmasi, menyatakan penggunaan gas pipa sebenarnya sudah di usulkan para pengguna gas di Sumatera Utara. Namun karena kapasitasnya belum mampu memenuhi kebutuhan kemudian digunakan LNG.

Dia mengapresiasi kebijakan harga pemerintah yang menetapkan harga gas dibawah US$ 10 per MMBTU karena itu yang diharapkan oleh industri pengguna gas di Sumatera Utara. Hanya masalahnya, implementasi di lapangan harga gas masih di kisaran US$12 per MMBTU.

“Harusnya sih jika sudah ada ketetapan dari pemerintah tidak akan lama penyesuaian PJBG-nya, nanti kita lihat,” tandas Safiun.

Menurut Wiratmaja, selain perubahan komponen gas, kontribusi produsen juga menjadi perhatian pemerintah. Setelah melalui diskusi dan pembahasan para produsen utama di Sumatera Utara, yakni PT Pertamina Hulu Energi yang mengelola lapangan NSO dan PT Pertamina EP yang memasok gas dari lapangan Pangkalan Susu sepakat untuk menurunkan harga jual.

“Kita diskusi masih bisa diturunin lagi, teman-teman PHE dan Pertamina EP berkenan menurunkan harga,” ungkap Wiratmaja.

Tidak hanya dari sisi upstream. Evaluasi juga dilakukan di level midstream. Komponen biaya transimisi dan distribusi yang selama ini dikeluhkan juga diturunkan.

“Hulu kan turun menggunakan formula, biaya transmisi Pertagas juga turun, biaya distribusi PGN juga turun,” kata dia.

Menurut Wiratmaja, Kementerian ESDM sudah berupaya melakukan koordinasi dengan kementerian terkait harga gas karena memang sudah diamantkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Namun pada implementasinya tidak juga mendapatkan rekomendasi yang diperlukan sehingga kajiannya memakan waktu.

“Yang tahun lalu itu kan gunakan Perpres 40. Nah perpres 40 rekomendasinya tidak dapat, jadi kita usahakan dari sisi Kementerian ESDM saja,” tandas Wiratmaja.(RI)