JAKARTA – Setelah hampir dua tahun diinstruksikan Presiden Joko Widodo, hingga saat ini penurunan harga gas bagi beberapa sektor industri tertentu masih belum terwujud secara optimal. Hanya tiga dari tujuh industri yang bisa menikmati harga gas sesuai perintah presiden sebesar US$ 6 per MMBTU.

Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan sebenarnya pernah dibahas penurunan harga gas bagi industri dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan karena ada opsi pengurangan penerimaan negara untuk mewujudkan harga gas murah.

Hanya saja dalam setiap pembahasan, sektor industri tidak dapat menyampaikan pembuktian bahwa ada multiplier effect yang ditimbulkan dari penurunan penerimaan negara tersebut.

“Menkeu pernah bilang bicara harga gas industri turun oke. Government share turun setuju, tapi ditanya apa ada jaminan industri tumbuh? Jadi ini perlu bukti untuk menjelaskan dan memberikan gambaran industri tumbuh ini tidak mudah,” kata Amien di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Amien, industri harus berbuat sesuatu dan membuktikan ke pemerintah jika benar-benar  ingin mendapatkan harga gas khusus.

“Ini yang saya lihat tidak ada yang bisa membuktikan, karena tidak bisa berikan bukti jadi tidak ada diskusi lagi,” tukasnya.

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi ditetapkan bahwa dalam hal harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari US$6 per MMBTU, Menteri ESDM dapat menetapkan harga gas bumi tertentu.

Penetapan harga gas bumi tertentu sebagaimana dimaksud diperuntukkan bagi pengguna gas bumi yang bergerak di bidang: industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan industri sarung tangan.

Sejauh ini baru tiga industri yang mendapatkan harga khusus sesuai Perpres, yaitu industri pupuk, petrokimia dan baja.

Triharyo Soesilo, Project Director for Energy di Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengungkapkan industri yang sudah mendapatkan harga gas khusus tersebut sudah jelas memiliki dampak turunan yang nyata. Seperti industri pupuk yang strategis karena terkait dengan pangan.

Menurut Triharyo, penyampaian argumentasi industri ke pemerintah sangat penting. Selama ini industri yang belum mendapatkan harga khusus masih kurang bisa meyakinkan pemerintah dalam mengambil sikap. Karena pemerintah membutuhkan data yang jelas mengenai dampak dari kebijakan.

“Industri keramik itu main seperti “gambang kromong”, pemerintah perlu argumen dan data untuk dukung kebijakan (penurunan harga),” tegas Triharyo.(RI)