JAKARTA – Minimnya minat investor untuk membangun kilang di dalam negeri dinilai akibat ketiadaan stimulus dari pemerintah. Apalagi margin kilang relatif kecil dibanding bisnis di sektor minyak dan gas (migas) lainnya.

“Sebenarnya jika dilihat dari teman-teman pengusaha, kilang marginnya kecil hanya sekitar 4-5% return of investment-nya. Sementara jika kita taruh di deposito, bunganya bisa dapat 7%-7,5 % per tahun,” ujar Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute.

Menurut Komaidi, stimulus berupa insentif bisa berupa pembebasan pajak selama sekian tahun hingga kemudahan memperoleh izin berinvestasi. “Nah permintaan itu sering dianggap pemerintah sebagai permintaan berlebihan sehingga tidak ada titik temu,” tukas dia.

Menurut Komaidi, pemerintah sejauh ini hanya memiliki dua pilihan untuk membangun kilang. Pertama, menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk pengembangan kilang atau membangun sendiri menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Tapi APBN kan sudah dikatakan tidak cukup, jadi pilihan jatuh ke pilihan pertama yakni kerja sama dengan pihak lain. Bisnis rumusnya sederhana saja, jika ada margin disana mereka (pengusaha) bisa masuk,” katanya.

Dito Ganinduto, Anggota Komisi VII DPR, megungkapkan dalam 15 tahun terakhir sebenarnya pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memberikan izin pengembangan 30 kilang. “Tapi yang terealisasi hanya satu, itu pun sedang stop produksi,” katanya.

Menurut Dito, saat ini PT Pertamina (Persero) sedangkan menjalankan program Refining Development Masterplan Program (RDMP) dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan kilang-kilang eksisting. Selain itu, pemerintah juga akan membangun dua kilang baru di Tuban dan Bontang.

“Namun jika semua proyek itu selesai pada 2025 kita masih tetap akan impor BBM. Agar kita tidak perlu impor BBM lagi, harus dibangun dua kilang baru lagi,” tandasnya.(RI)