Kantor Presiden di Istana Negara Jakarta.

JAKARTA – Terkait adanya potensi gangguan yang amat serius terhadap industri minyak dan gas bumi (migas) nasional akibat kriminalisasi terhadap proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu (SKK) Migas, Rudi Rubiandini melapor ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Saya sudah menyampaikan laporan ke Presiden hari ini (Rabu, 8 Mei 2013) melalui Pak Dipo Alam (Sekretaris Kabinet) dan melalui beberapa Menteri, lima sampai enam Menteri agar memberikan perhatian serius terhadap kasus bioremediasi ini,” ungkap Rudi.

Ia mengaku, laporannya itu disambut positif jajaran Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin SBY. “Dan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu akan berkoordinasi untuk adanya penanganan yang lebih kondusif terhadap kasus bioremediasi yang sebenarnya tidak selayaknya dipidanakan,” tutur Rudi.  

Rudi pun tak menampik, gangguan terhadap Chevron akan sangat mengancam tingkat produksi nasional secara signifikan. Mengingat sampai saat ini, hingga 40% dari total produksi minyak nasional berasal dari produksi Chevron.

Saat ini pun, lanjutnya, sudah mulai ada ancaman karyawan Chevron bakal mogok, jika aparat penegak hukum baik jaksa maupun Majelis Hakim tidak bertindak adil dan obyektif dalam menangani kasus bioremesiasi ini. Potensi gangguan lainnya, para kontraktor Chevron di luar kegiatan bioremediasi mulai ketakutan, tidak berani menjadi mitra Chevron karena khawatir dipidanakan.  

“Sungguh sangat menggangu sekali seandainya karyawannya mogok. Maka kami sudah bersurat melalui atasannya (pimpinan Chevron, red) untuk mengimbau, agar tidak terjadi pemogokan dan sebagainya. Karena apa pun mogok itu bukan suatu jalan keluar yang baik, dan kami (SKK Migas) tentu akan terus berjuang bersama-sama untuk mengawal kasus ini,” tegas Rudi.  

Rudi pun memaparkan, dari SKK Migas sudah puluhan orang yang dihadirkan untuk menjadi saksi kasus bioremediasi, baik dalam pemeriksaan di kejaksaan maupun di persidangan. “Dan kami berkomitmen untuk berjuang melaksanakan tugas kami melindungi kegiatan usaha hulu migas nasional yang amat vital bagi Indonesia,” tegas Rudi lagi.  

Seperti diketahui, meski dalam persidangan sudah terungkap bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 proyek bioremediasi Chevron tidak fiktif dan tidak melanggar aturan, namun Jaksa Penuntut Umum tetap menuntut para pihak yang terkait proyek itu dengan hukum belasan tahun penjara.

Pada persidangan Selasa, 7 Mei 2013 dan Rabu, 8 Mei 2013, Majelis Hakim juga memvonis para terdakwa pimpinan perusahaan kontraktor Chevron terbukti bersalah merugikan negara dalam kasus bioremediasi. Meski vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa, namun vonis itu terkesan mengabaikan semua fakta dan keterangan yang terungkap di persidangan bahwa proyek bioremediasi Chevron tidak melanggar peraturan.

Dalam pertimbangannya, hakim hanya merujuk keterangan ahli sekaligus saksi dari pihak jaksa, Edison Effendi, meski Edison diduga kuat mempunyai konflik kepentingan dalam kasus itu. Seperti terungkap di persidangan, Edison akhirnya mengakui pernah dua kali mengikuti tender proyek bioremediasi Chevron namun kalah.

 Sebelumnya, pada Jumat, 3 Mei 2013, sebanyak 3.000 karyawan Chevron beserta keluarganya, juga telah menyampaikan surat terbuka kepada Presiden SBY, memohon Presiden bertindak atas ketidakadilan dan fitnah yang menimpa rekan kerja dan mitra kerja mereka.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)