Kukuh Kertasafari

Kukuh Kertasafari usai mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor.

JAKARTA – Mengenakan kemeja putih, Kukuh Kertasafari duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pagi itu, Kamis, 20 Desember 2012. Team Leader Sumatera Ligth South (SLS) Minas PT Chevron Pacific Indonesia ini memandang lurus ke Majelis Hakim di hadapannya. Ia pun mengaku masih bingung, mengapa harus ada di situ?

Bersama dua rekannya yang lain sesame karyawan Chevron, pagi itu Kukuh menjalani sidang perdana kasus bioremediasi, yang  dianggap fiktif dan merugikan negara oleh Kejaksaan Agung. Mereka adalah Endah Rumbiyanti, Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) Duri dan SLS Minas, serta Widodo, Team Leader SLN Duri.

Nyaris tak percaya Kukuh mendengarkan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang meminta Majelis Hakim menghukumnya 20 tahun penjara plus mengganti kerugian negara sebesar Rp 200 miliar.

“Saya masih bingung, saya memohon Majelis Hakim memberi kesempatan kami membacakan eksepsi (pembelaan, red),” ujarnya saat ditanya Majelis Hakim perihal paham atau tidaknya ia, atas dakwaan yang disampaikan Penuntut Umum.

Di dalam eksepsinya, Kukuh mengaku heran dengan ahli yang digunakan penyidik Kejaksaan Agung dalam menyidik kasus itu. Kukuh menyatakan, Edison Effendy, salah seorang tim ahli yang ditunjuk Kejaksaan Agung, pernah menjadi rekanan perusahaan swasta yang ikut tender proyek bioremediasi.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Kukuh mengaku pernah bertemu dengan Edison pada saat penyidik Kejaksaan Agung berkunjung ke Minas, Riau, tempat bioremediasi berlangsung.

Kukuh juga mengaku bingung, mengapa sampai terseret kasus itu? Padahal ia tidak memiliki kewenangan memerintah Herlan bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, guna mengolah tanah terkontaminasi minyak di Soil Bioremediasi Facility.

“Saya hanya bertugas sebagai koordinator. Tugas saya mengkoordinasi. Bukan seperti apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada saya,” tuturnya dalam pembelaan. Ia pun menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Pria berkaca mata ini  juga menganggap surat dakwaan tidak sah, karena dibuat tidak sesuai prosedur. Sumber Dunia Energi menyebutkan, awalnya Kukuh hanya diminta penyidik Kejaksaan Agung untuk menjelaskan tentang proyek bioremediasi Chevron. Namun di ujung penjelasan, ia ditetapkan sebagai tersangka.

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum juga telah salah menghitung kerugian negara. Menurutnya, proyek bioremediasi baru dilakukan sejak 2006. Sedangkan yang didakwakan jaksa, adalah kegiatan penanganan tanah tercemar limbah minyak (bioremediasi) sepanjang 2003 – 2011, dengan biaya US$270 juta.

(CR – 1 / duniaenergi@yahoo.co.id)