JAKARTA – Jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dinilai masih minim dan tidak seimbang untuk melayani kebutuhan bahan bakar masyarakat. Untuk itu, pemerintah menerbitkan regulasi baru, yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 tahun 2018 tentang kegiatan penyalur BBM, BBG dan LPG untuk merangsang investasi pembangunan SPBU dan juga SPBG.

Dalam beleid tersebut terdapat pemangkasan syarat atau proses perizinan pendirian lembaga penyalur baru yang tidak lagi harus mengurus perizinan seperti Surat Keterangan Penyalur (SKP) di Ditjen Migas Kementerian ESDM. Pelaku usaha bisa langsung mengurus beberapa persyaratan ke badan usaha yang memiliki Izin Usaha Niaga Umum (IUNU).

Harya Adityawarman, Direktur Pembinaan Hilir Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengatakan  regulasi baru sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk penyaluran BBM akan tetapi juga BBG dan LPG.

“Jadi badan usaha niaga yang melakukan penyaluran melalui penyalur yang ditunjuk wajib melaporkan ke Kementerian ESSM beberapa poin utama terkait lembaga penyalur tersebut,” kata Harya dalam konferensi pers di Gedung Migas Jakarta, Kamis (15/3).

Poin utama yang wajib dilaporkan  diantaranya adalah nama penyalur, akta pendirian, tanda daftar perusahaan (TDP), nomor pokok wajib pajak penyalur, komisaris dan direksi, surat perjanjian kerja sama penyalur, dokumen keselamatan sesuai dengan ketentuan perundangan.

“Dokumen lingkungan sesuai dengan ketentuan perundangan serta izin lokasi dari pemerintah,” kata Harya.

Selain itu, penyalur dapat melakukan kegiatan langsung setelah berlalunya perjanjian kerja sama, dibanding sebelumnya yang harus menggunakan SKP. Setelah itu baru badan usaha akan melaporkan penunjukan ke penyalur.

“Nanti laporan dari badan usaha akan kami sampaikan di website bahwa ini penyalur yang sudah terdaftar. Pengawasannya akan kami lakukan bersama BPH Migas,” tukas dia.

Penunjukan penyalur paling lama sampai dengan berakhirnya izin usaha minyak dan gas bumi yang dimiliki badan usaha niaga migas.

Kemudian penyalur hanya dapat menerima penunjukkan dari satu badan usaha niaga untuk masing-masing jenis komoditas BBM, BBG dan LPG.

Persyaratan pemberian izin untuk penyalur untuk BBM BBG dan LPG nantinya juga harus menyediakam berbagai fasilitas pendukung, untuk BBM dan BBG standarisasi fasilitas SPBU dan SPBG jelas harus dipenuhi seperti nozle gas, tangki penyimpanan serta standar keselamatan.

“Untuk LPG, selain badan usaha niaga migas harus memiliki perjanjian kerjasama, penunjukan penyalur wajib memiliki fasilitas gudang, khusus untuk penyalur LPG wajib memiliki sarana fasilitas pengangkutan,” ungkap Harya.

Meskipun diberikan berbagai kemudahan bagi para pelaku usaha, pemerintah mengklaim tetap ada perlindungan kepada konsumen melalui syarat -syarat yang harus dipenuhi dan akan dievaluasi oleh badan usaha.

“Kita jamin ujung-ujungnya bagaimana melindungi pihak konsumen. Jangan sampai konsumen juga dirugikan, tapi kami mendorong badan usaha itu bisa bagaimana mendapatkan margin, sehingga bisa menyalurkan ke konsumen dengan baik,” papar Harya.

Pemerintah juga telah menyiapkan berbagai sanksi yang bisa diterapkan bagi penyalur yang melanggar ketentuan baru tersebut.

“Ditjen Migas atas nama menteri memberikan sanksi, baik itu teguran tertulis, penghentian sementara, atau pencabutan izin usaha. Sebetulnya tidak ada niatan memberikan sanksi kalau kita bisa kerja sama yang baik,” tandas Harya.(RI)