JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO), produsen nikel dalam matte, membukukan rugi bersih US$15,27 juta pada 2017 dibanding tahun sebelumnya yang mencetak laba bersih US$1,9 juta. Kenaikan beban pokok yang mencapai 13% dari US$550,02 juta menjadi US$622,78 juta memberikan tekanan terhadap kinerja keuangan Vale.
Nico Kanter, Chief Executive Officer dan Presiden Direktur Vale, mengatakan harga realisasi rata-rata nikel naik 10% sepanjang 2017, namun biaya konsumsi meningkat signifikan.
“Biaya bahan bakar dan batu bara meningkat masing-masing sebesar 36% dan 39% dalam basis biaya per unit. Kedua barang konsumsi tersebut merupakan item biaya terbesar Vale,” kata Nico, Selasa (27/2).
Harga rata-rata high sulphur fuel oil (HSFO) yang ditanggung Vale sepanjang 2017 tercatat US$52,74 per barel, naik dibanding tahun sebelumnya US$38,5 per barel. Harga rata-rata batu bara juta naik dari US$88,83 per ton pada 2016 menjadi US$126,09 per ton pada tahun lalu. Serta harga rata-rata diesel naik dari US$0,41 per liter menjadi US$0,5 per liter.
Konsumsi HSFO Vale pada 2017 naik menjadi 1,63 juta barel dibanding tahun sebelumnya 1,55 juta barel. Konsumsi batu bara sebesar 370.613 ton, turun dibanding 2016 sebesar 383.558 ton. Penurunan tersebut disebabkan masalah pabrik batu bara hingga Juli 2017. Demikian pula volume diesel turun menjadi 74.344 kilo liter dibanding 2016 sebesar 77.620 kilo liter.
Kenaikan beban pokok lebih tinggi dibanding kenaikan pendapatan yang hanya 8% menjadi US$629,33 juta pada 2017 dibanding 2016 sebelumnya US$584,14 juta. Akibatnya, laba kotor Vale anjlok dari US$34,12 juta pada 2016 menjadi US$6,55 juta.
Dengan hanya tambahan pendapatan lainnya sebesar US$3,11 juta, sementara beban usaha dan beban lainnya masing-masing mencapai US$11,33 juta dan US$13,54 juta, Vale mencatat rugi usaha sebesar US$15,21 juta.
Menurut Nico, kombinasi dari harga nikel yang relatif masih tertekan dan kenaikan harga barang konsumsi telah memberikan tantangan bagi Vale di 2017.
“Pengalaman ini menggarisbawahi pentingnya untuk tetap fokus pada optimalisasi kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Nico menambahkan harga nikel pada 2018 akan tetap berfluktuasi. Ada ketidakpastian di pasar dunia mengenai apakah kuota ekspor bijih Indonesia akan menambah kuota atau hanya mengganti pasokan bijih yang berkurang dari Filipina ke China.
Sepanjang 2017, Vale memproduksi 76.807 metrik ton nikel dalam matte, turun satu persen dibanding 2016 sebesar 77.581 metrik ton. Volume bijih yang telah diproses meningkat pada 2017, namun produksi nikel menurun disebabkan kadar yang lebih rendah.
“Vale tetap fokus pada berbagai inisiatif penghematan biaya untuk mempertahankan daya saing perseroan,” kata Nico.(AT)