JAKARTA – Keterlambatan pengoperasian pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa 1 setelah 2019 akan berdampak negatif pada pasokan listrik dan menyebabkan pembengkakan biaya pembangunan. PLTGU Jawa 1 diperkirakan baru bisa beroperasi pada 2021, jika PT PLN (Persero) tetap bersikukuh untuk membangunnya di atas lahan reklamasi Pantai Utara Jakarta.

“Oleh karena itu, proses tender PLTGU Jawa 1 perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan transparansi,” kata Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), kepada Dunia Energi, Rabu (28/9).

PLN dijadwalkan mengumumkan pemenang tender PLTGU Jawa I awal Oktober mendatang. PLN tengah menyeleksi empat konsorsium perusahaan yang mengikuti tender pembangunan PLTGU Jawa I. Empat konsorsium yang mengikuti tender adalah konsorsium Mitsubishi Corp-JERA-PT Rukun Raharja Tbk-PT Pembangkitaan Jawa Bali (anak usaha PLN),konsorsium PT Adaro Energi Tbk-Sembcorp Utilities PTY Ltd, konsorsium PT Medco Power Generation Indonesia-PT Medco Power Indonesia (keduanya merupakan anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk)-Kepco-dan Nebras Power, serta konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojits.

Selain Pertamina yang mengajukan lokasi di Cilamaya, Kabupaten Karawang, tiga perusahaan konsorsium lainnya mengajukan lokasi di Muara Tawar, Kabupaten Bekasi yang sebagian lahannya merupakan lahan reklamasi.

Syamsir mengatakan kriteria umum untuk mengembangkan PLTGU, antara lain besarnya kapasitas, efisiensi, waktu umur, lamanya beroperasi, jenis bahan bakar, dan saat beroperasi tergantung dari jenis teknologi pembangkit listrik yang dipilih.

Menurut dia, jenis teknologi pembangkit listrik akan berpengaruh terhadap harga pembangkit listrik (biaya investasi), biaya operasi dan perawatan, dan biaya pengeluaran bahan bakar yang selanjutnya akan mempengaruhi terhadap besarnya biaya pembangkitan.

PLTGU (Gas Combined Cycle), lanjut Syamsir, dapat dioperasikan pada beban dasar dan beban menengah, pembebanannya rata sepanjang hari atau sedikit bervariasi mengikuti permintaan, mempunyai waktu strart dan stop yang lamabdengan variabel cost yang rendah.

“Sementara PLTG dioperasikan pada beban puncak, pembebanannya bervariasi dan dioperasikan hanya beberapa jam dalam satu hari, mempunyai waktu strart dan stop yang cepat dengan variabel costtinggi,” tandas Syamsir.(RA)