PENGGUNAAN gas bumi dengan optimal melalui jaringan pipa gas (jargas) dipastikan membawa manfaat yang berlipat kepada masyarakat. Hal ini yang dirasakan langsung konsumen gas di kawasan rumah susun Klender, Jakarta Timur.

Dalam satu bulan rata-rata warga hanya merogoh kocek tidak sampai Rp 100 ribu untuk membayar penggunaan gas. Itu merupakan salah satu faktor utama warga setia menggunakan gas pipa.

Bezi Harefah, salah satu warga mengaku sudah menggunakan gas yang disalurkan melalui jargas yang dibangun dan dikelola PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN selama 12 tahun. Salah satu alasan memilih menggunakan gas pipa dibanding bahan bakar lain karena efisiensi yang didapatkan.

“Kalau sebulan rata-rata saya cuma bayar antara Rp 30 ribu sampai Rp 75 ribu,” kata Bezi kepada Dunia Energi di kawasan Rusun Klender, baru-baru ini.

Selain efisiensi ekonomi, kemudahan pemakaian juga menjadi pertimbangan Bezi untuk bertahan menggunakan gas pipa. Dia bercerita selama lebih dari satu dekade menggunakan gas pipa tidak pernah menemui kendala berarti dalam penggunaan, karena aliran gas sangat stabil, sehingga tidak pernah ada istilah macet atau kompor tidak bisa menyala.

“Kalaupun ada penghentian aliran, itu untuk pemeriksaan. Kami diberi tahu dulu sebelumnya itu pun hanya dalam hitungan beberapa jam,” tambah dia.

Tidak hanya Bezi, Ngadiyanto yang sudah menggunakan gas yang dialirkan dari jargas lebih dari 30 tahun juga mengaku memiliki pengalaman yang sama.

Dia mengaku kepincut dengan gas pipa sejak pertama kali menggunakan. Sama seperti Bezi, alasan lebih efisien menjadi faktor utama pria yang akrab disapa Yanto untuk setia menggunakan gas pipa.

Yanto mengaku pernah mencoba membandingkan efisiensi gas dengan bahan bakar lain untuk mendapatkan bahan bakar lebih murah tapi setelah tahu hasilnya keputusannya pun lebih mantap untuk tetap menggunakan gas pipa.

“Ya lebih enak yang ini sentral (jargas). Ada orang baru di sini pakai LPG 3 Kg,  seminggu itu sudah dua kali ganti,” ungkap Yanto.

Efisiensi penggunaan gas pipa sudah terbukti tinggal bagaimana mengupayakan pengembangannya di masyarakat. Hingga saat ini ketersediaan infrastruktur menjadi kendala utama dalam pengembangan gas pipa untuk rumah tangga. Padahal pengembangan jargas rumah tangga  bisa menjadi solusi mengurangi beban subsidi yang berasal dari pengadaan LPG 3 kg.

Pagu subsidi LPG pada APBN 2017 ditetapkan  Rp20 triliun dengan asumsi program subsidi langsung LPG dimulai secara bertahap pada 2017.

Jika penyaluran dibatasi secara penuh, diperkirakan subsidi LPG akan turun menjadi Rp15 triliun. Turunnya angka subsidi karena berkurangnya jumlah rumah tangga penerima yang semula 54,9 juta rumah tangga menjadi  26 juta rumah tangga karena LPG 3 kg hanya dinikmati rumah tangga miskin dan 2,3 juta usaha mikro.

Potensi pembengkakan subsidi LPG 3 kg ini terjadi hampir setiap tahun, termasuk pada tahun ini.

Pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, kuota LPG 3 kg ditetapkan  6,25 juta ton dan pada APBN 2017 ditetapkan 7,096 juta ton. Ini artinya ada peningkatan alokasi subsidi setiap tahunnya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan poin penting dalam pengembangan jargas adalah harga gas harus menguntungkan, baik bagi konsumen dalam hal ini masyarakat maupun bagi produsen gas. Jadi kunci untuk percepatan pengembangan jargas adalah keadilan dari hulu hingga hilir.

Disini peran pemerintah sangat dibutuhkan. Disatu sisi pemerintah juga membutuhkan peran badan usaha untuk menyalurkan gas. Di sisi lain pemerintah menghendaki masyarakat beralih untuk menggunakan gas.

Mekanisme pemberian subsidi pun jauh lebih baik diberikan kepada pengembangan jargas dibanding untuk  penyaluran LPG. Karena subsidi untuk gas yang dialirkan melalui jargas sasarannya lebih pasti.

“Sekarang harga ke rumah tangga harus murah otomatis semua harus kena,  hulu murah, hilir yang punya jaringan dia jual harus murah. Karena murah itulah pemerintah berikan subsidi supaya mereka sekedar dapat margin saja
Jadi lebih baik kasih subsidi ke pengembangan jargas,” kata Komaidi kepada Dunia Energi.

Menurut Komaidi, cara pandang pemberian subsidi pada jargas sama saja saat pemerintah ingin memberikan subsidi LPG dibanding minyak tanah.

“Jadi ada tiga layer, dibanding minyak tanah, LPG lebih hemat. Nah dibanding LPG,  gas pipa jauh lebih hemat. Kalaupun sama-sama diberikan subsidi, gas pipa jauh lebih kecil dibandingkan subsidi ke LPG,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Ali Ahmudi, pengamat energi dari Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS).

Dia menilai subsidi LPG bisa diibaratkan sebagai bom waktu yang siap menghancurkan keuangan negara. Mencari alternatif pengganti LPG adalah suatu keharusan, dan gas pipa menjadi salah satu alternatif yang cocok untuk dikembangkan.

“Mengembangkan layanan jargas yang terbukti lebih murah,  mampu memangkas subsidi pemerintah,  serta menguntungkan konsumen hampir 50% dibanding LPG,” kata Ali saat berbincang dengan Dunia Energi belum lama ini.

Dia menyadari implementasi dari jargas tidak mudah karena harus menemui beberapa tantangan seperti mempersiapkan infrastruktur yang lengkap dari hulu atau sumber gas, midstream hingga ke hilir atau downstream seperti jaringan gas ke konsumen,  sistem distribusi, termasuk menyiapkan manajemen gas.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR RI,  menyatakan mengedepankan pengembangan jargas dengan maksud  menekan subsidi LPG 3 kg bisa jadi jalan keluar alternatif yang patut dipertimbangkan pemerintah. Terlebih dengan kemampuan badan usaha seperti PGN yang sudah berpengalaman dalam bisnis pendistribusian gas.
Harry mengakui usaha ekstra diperlukan agar gas yang dialirkan melalui jargas bisa menggantikan penggunaan LPG.

“Jargas jelas bisa sekali (untuk menekan beban subsidi), meski awalnya harus berinvestasi mahal dulu tapi jangka panjang lebih efisien atau hemat baik bagi negara (kurangi subsidi) maupun bagi konsumen karena lebih murah,” kata dia.

PGN dalam roadmap perencanaan menempatkan pembangunan jargas sebagai salah satu elemen utama pengembangan usaha.

Hingga saat ini saja jumlah pelanggan sambungan rumah tangga (SR) sudah mencapai 221.049 SR yang terdiri dari 111.873 SR investasi PGN yang berada di tujuh lokasi yakni
Medan 19.888 SR, Batam 747 SR, Palembang 5.688 SR, Jabodetabek 46.204 SR, Cirebon 15.582 SR, Semarang 245 SR serta Jawa Timur 23.283 SR.

Sisanya dibangun di 15 lokasi dengan jumlah 109.176 SR merupakan penugasan dari pemerintah. Jumlah ini tentu berpotensi meningkat dengan adanya rencana pengembangan setiap tahun.

Pembangunan jargas lebih optimal apabila dikembangkan oleh badan usaha yang memiliki infrastruktur gas bumi di daerah tersebut. Selain itu sasaran pembangunan jargas baru akan lebih efektif apabila dilakukan di lokasi yang berdekatan dengan infrastruktur pipa gas bumi eksisting.

Pada 2018 berdasarkan koordinasi dengan pemerintah ada delapan kota atau kabupaten yang siap menjadi lokasi pembangunan jargas  PGN,  yakni  Kota Dumai, Kota Tangerang, Kabupaten Karawang, Kota Cirebon, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, dan Kota Probolinggo.

Bahkan PGN sudah mengkaji penambahan tiga wilayah tambahan yang siap menjadi lokasi selanjutnya untuk dibangun Jargas meliputi Kabupaten Serang, Kota Medan, dan Kabupaten Deli Serdang.

Dilo Seno Widagdo, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN mengatakan sebagai badan usaha milik negara tentu PGN memiliki tugas untuk bisa mengoptimalkan potensi sumber daya alam Indonesia sehingga bisa dimanfaatkan sebesarnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selama ini pemerintah masih harus mengeluarkan dana besar untuk melakukan impor LPG, padahal sumber gas di Indonesia masih cukup banyak hanya pemanfaatannya saja yang belum maksimal.

“Kita kan juga ingin mau daripada impor lebih baik manfaatkan yang ada di Indonesia,” tukasnya dia.

Lebih lanjut Dilo menegaskan PGN menjadikan jargas sebagai salah satu rencana besar pengembangan usaha kedepan. Namun dalam implementasinya tetap harus melalui koordinasi dengan pemerintah yang pastinya juga sudah memiliki road map untuk jangka panjang.

“Agar sama kita jalannya jangan sampai berbeda. kalau ada kekurangan-kekurangan dari jarrgas kami sesuaikan. Kami tidak ingin bersaing dengan program pemerintah,” tandas Dilo.(RI)