JAKARTA – Tingginya harga gas yang berkisar antara US$10–US$12 per MMBTU dikeluhkan pelaku usaha. Pemerintah pun menata ulang struktur biaya gas, mulai dari upstream hingga midstream. IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah tetap menghormati kontrak yang sudah berjalan.

“Untuk proyek yang sudah berjalan tentu capex sudah dibayar jadi tidak bisa diefisienkan lagi. Yang bisa diefisienkan itu mungkin opexnya,” kata Wiratmaja saat diskusi dengan media di Jakarta, Senin (24/10).

Kementerian ESDM juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Keuangan terkait masalah pajak, khususnya menyangkut opsi pengurangan PNPB dan PPh, dengan konsekuensi adanya pengurangan pendapatan negara.

Di sisi midstream, pemerintah mempersiapkan aturan main khusus untuk memastikan margin harga pada proses distribusi gas yang didapatkan akan sudah sesuai dengan nilai keekonomian.

“Transmisi dan distribusi sudah didiskusikan. Distribusi kan ada regulated margin kan kita sedang susun,” tukas Wiratmaja.

Lapangan Kepodang

Dia menambahkan pemerintah akan menertibkan trader gas berlapis. Peraturan Menteri ESDM No 6 Tahun 2016 memberikan waktu dua tahun bagi trader yang mempunyai alokasi gas untuk membangun  infrastruktur gas.

“Kita berikan waktu transisi dua tahun untuk yang punya alokasi gas harus punya infrastruktur. Jadi trader-trader berlapis selama 2 tahun ini ditata. Bahkan permintaan pak Menko kan  satu tahun,” ungkap Wiratmaja.

Pemerintah sebelumnya menjanjikan akan ada dua sektor industri yang akan menikmati harga gas murah pada awal 2017 medatang, yakni industri pupuk dan petrokimia. Dua industri tersebut dinilai cocok jadi prioritas penurunan harga gas karena memiliki nilai tambah yang besar bagi masyarakat.(RI)