JAKARTA – PT PLN (Persero) memproyeksikan kinerja keuangan 2018 akan tertekan akibat kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan tarif listrik pada kuartal I 2018. Apalagi di sisi lain, biaya pengadaan batu bara sebagai sumber energi pembangkitan utama justru meningkat.

Data simulasi kinerja keuangan PLN yang diperoleh Dunia Energi menyebutkan target pertumbuhan penjualan listrik dipatok 5,72% dengan harga batu bara sebesar Rp 860 per kg. Padahal asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 hanya Rp 808,7 per kg dan RKAP PLN 2018 mematok sebesar Rp 817,2 per kg.

Harga batu bara yang diasumsikan pada simulasi sesuai dengan kondisi saat ini yang terus naik. Selain itu, nilai tukar rupiah diasumsikan Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat.

PLN juga telah mengasumsikan adanya perubahan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Jika APBN dan RKAP 2018 ICP ditetapkan US$ 48 per barel maka dalam asumsi terbaru sebesar US$ 55 per barel dan harga gas US$ 7,84 per MMBTU.

Seiring kenaikan harga bahan baku produksi listrik, beban biaya produksi BPP) ikut meningkat. Jika APBN 2018 menetapkan rata-rata BPP ditetapkan Rp 1280 per KWh dan pada RKAP ditetapkan Rp1.361 per KWh. Hasil kalkulasi terbaru PLN rata-rata BPP meningkat menjadi Rp1.444 per KWh.

Alokasi kas untuk subsidi juga turut meningkat dalam asumsi tersebut yakni sebesar Rp 50 triliun dari asumsi APBN dan RKAP 2018 sebesar Rp 47,7 triliun.

kantor PLN

PLN memproyeksikan hanya meraih laba bersih Rp5,58 triliun dari target Rp10,44 triliun akibat kebijakan tarif yang ditetapkan pemerintah.

PLN juga menyebutkan dampak dari tidak diberlakukannya tarif adjustment beban yang ditanggung PLN ikut melonjak dari yang sudah diasumsikan di APBN dan RKAP. Jika dalam APBN dan RKAP 2018 dampak tidak ada tarif adjustment maka PLN menanggung Rp 8,36 triliun dan Rp 25,79 maka dalam terbaru asumsi PLN menanggung tambahan beban sebesar Rp 35,59 triliun.

Berdasarkan hasil asumsi perhitungan tersebut maka pendapatan PLN diproyeksikan mencapai Rp 285,589 triliun pada 2018,turun dibandingkan target dalam RKAP 2018 sebesar Rp 292,453 triliun.

Seiring dengan itu laba bersih PLN juga akan tergerus dan tidak mencapai target, yakni hanya diproyeksikan sebesar Rp 5,584 triliun dari target RKAP 2018 sebesar Rp 10,44 triliun. Ini berarti PLN kehilangan potensi laba bersih (potential lost) sebesar Rp 4,856 triliun.

Pihak PLN sendiri saat dikonfirmasi Dunia Energi belum memberikan komentar terkait hasil dari simulasi ini.

Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, sebelumnya pernah mengatakan kebijakan pemerintah yang menetapkan tidak adanya kenaikan tarif listrik hingga Maret 2018 yang dibarengi dengan naiknya harga bahan baku tentu akan memberikan dampak terhadap keuangan perusahaan. Namun sebagai perusahaan milik negara kebijakan tersebut harus tetap dijalankan.

Strategi PLN untuk mengantisipasi dampak tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi operasional internal perusahaaan. Selain itu, PLN akan sangat terbantu tahun ini jika pemerintah melunasi utang subsidi dari pemerintah. “Prinsipnya kami pahami dan mencoba efisien ke dalam (internal perusahaan). Lihat biaya-biaya yang bisa diefisiensi, kami lakukan,” kata Sofyan.(RI)