JAKARTA- Pemerintah memastikan kenaikan tarif batas tarif bea keluar ekspor mineral maksimal sebesar 10% bagi perusahaan yang belum merealisasikan rencana pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengatakan draf revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 153/OMK.011/2014 diproyeksikan rampung pekan ini setelah ada pembahasan di level teknis di antara tim Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Pembahasan terutama dari sisi penentuan tarif bea keluar dan kaitannya dengan kemajuan industri hilir, termasuk indikator-indikatornya. Nanti akan ada perubahan pembagian tingkatan (layer) berdasarkan kemajuan pembangunan smelter,” ujar Menteri Keuangan.

Terkait tingkatan pengenaan tarif bea keluar sesuai kemajuan pembangunan fisik smelter, Sri Mulyani mengaku ada perubahan. Sebelumnya, untuk kemajuan fisik smelter nol sampai 7,5%, tarif bea keluar ekspor dikenakan 7,5%. Sedangkan kemajuan fisik 7,5% sampai 30%, bea keluar dipungut tarif 5%, sementara di atas 30%, bebas tarif bea keluar.

Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengakui bahwa batas maksimal besaran bea keluar ekspor konsentrat mencapai 10%.Pemerintah menurut Suahasil ingin tarif bea keluar ekspor konsentrat mendorong secepat mungkin proses hilirisasi di sektor tambang.

Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya mengusulkan bea keluar ekspor konsentrat sebesar 10%. Saat ini, bea keluar ekspor konsentrat hanya sebesar 5%. Usulan itu menyusul keputusan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 yang kembali mengizinkan perusahaan pertambangan untuk melakukan ekspor konsentrat hingga lima tahun mendatang. Keputusan itu memiliki beberapa syarat, antara lain untuk pemegang Kontrak Karya (KK) harus berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan berkomitmen membangun smelter selama lima tahun. (DR/RA)