JAKARTA – Pemerintah optimistis badan usaha milik negara (BUMN) di sektor pertambangan bisa menyetor royalti sebesar Rp 1,429 triliun pada tahun ini, naik dibanding proyeksi 2015 Rp 1,228 triliun meski harga komodotas pertambangan terus mengalami penurunan.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Usaha Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, mengatakan seiring penurunan harga minyak dunia yang sudah US$29 per barel, harga batu bara juga ikut tertekan.

“Tapi kenaikan target royalti kan dibanding dengan target dua tahun terakhir. Jika dibanding tahun-tahun sebelumnya lebih rendah,” ungkap dia.

Menurut Fajar, royalti terbesar berasal dari batu bara. Setelah itu, dari komoditas nikel dan timah. Kontribusi nikel yang turun seiring larangan ekspor mineral mentah, diproyeksikan akan kembali naik seiring dengan beroperasinya Proyek Feronikel Pomalaa PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Proyek ini akan meningkatkan kapasitas produksi feronikel Antam sehingga penyerapan bijih nikel juga akan meningkat kembali.

“Royalti dari batu bara berpotensi naik dengan percepatan proyek-proyek pembangkit listrik. Ini akan mendorong permintaan terhadap batu bara,” kata dia.

Selain Antam, BUMN yang bergerak di sektor pertambangan adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS).

Sementara itu, Kementerian BUMN mengharapkan sinergi terhadap BUMN di sektor pertambangan yang saat ini dibahas oleh Komite Konsolidasi BUMN tambang telah sudah menentukan bentuk perusahaan.

“Opsinya kan hanya dua, bentuk perusahaan baru atau digabungkan dengan salah satu dari BUMN yang ada,” ungkap Fajar.

Menurut dia, Menteri BUMN Rini Soemarno telah memberikan target konsolidasi BUMN tambang tuntas sebelum akhir tahun ini.(AT)