JAKARTA – Pemerintah diminta menerbitkan regulasi baru dan ditujukan khusus untuk menindak oknum masyarakat yang dengan senaja menggunakan LPG subsidi 3 kilogram (kg) . Hal itu sebagai langkah jika pola distribusi terbuka masih tetap akan dilakukan.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan selama ini Pertamina hanya bisa menghimbau masyarakat yang tergolong mampu untuk menggunakan LPG nonsubsidi, namun karena bukan kewajiban sehingga masyarakat mampu pun memilih untuk kembali konsumsi LPG subsidi.

Mengendalikan subsidi akan sangat sulit direalisasikan, jika pola pendistribusiannya masih terbuka.  Untuk itu, perlu ada mekanisme dari sisi kepatuhan hukum yang membatasi.

“Kalau subsidi terbuka saya pikir di negara manapun belum ada yang berhasil. Ini harus diperbaiki dalam bentuk tindakan. Kami berharap  aturan pengendalian bisa selesai supaya ada dasar tindakannya (bagi penyelewengan),” kata Massa di Jakarta, Kamis (18/1).

Menurut Massa, tindakan hukum  sejauh ini baru bisa dilakukan pihak kepolisian terhadap tindakan pengoplosan atau penimbunan. Distribusi LPG bisa dipastikan lancar sampai ke pengecer, namun dari pengecer ke konsumen yang kerap ditemukan masalah.

“Distribusi yes, stok aman tapi perjalanan LPG sampai ke tangan rakyat seharusnya itu yang jadi problemnya,” ungkap dia.

Berdasarkan data simulasi penggunaan LPG 3 kg pada 2017  terdapat selisih cukup besar dari  realisasi konsumsi LPG dengan volume yang seharusnya sampai ke masyarakat miskin atau kurang mampu. Realisasi volume mencapai  6,305 juta metrik ton (MT) atau melampui kuota yang ditetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar 6,199 juta MT.

Kebutuhan LPG subsidi berdasarkan data Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) adalah sebesar 3,521 juta MT atau selisih 44% dengan realisasi.

Menurut Massa, perbaikan sistem  mendesak untuk dilakukan karena banyak oknum pelaku usaha yang tidak tergolong mikro dilaporkan sangat bebas menggunakan LPG subsidi yang diperuntukan untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro. Peningkatan konsumsi LPG subsidi setiap tahun lebih dikarenakan beralihnya masyarakat mampu menggunakan LPG subsidi, bahkan di Jabidetabek.

“Bahkan ada tadinya restoran tidak pakai LPG 3 kg, lalu ada yang mengajarkan pakai 3 kg saja terjadi di Jabodetabek. Penyalahangunaan  tidak bisa ditindak, baru bisa menghimbau saja,” kata Massa.

Ramson Siagian, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan kondisi sekarang sangat sulit memastikan subsidi tepat sasaran. Untuk itu, tidak ada  salahnya mulai membahas menyiapkan hukuman bagi masyarakat mampu yang menggunakan LPG subsidi.

“Sulit kalau tidak ada aturan. Dengan baca (aruran) itu mereka (masyarakat mampu) akan takut, meskipun dipengaruhi,” tandas Ramson.(RI)