JAKARTA – Pemerintah akan mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak dan gas untuk memiliki program Enhance Oil Recovery (EOR) jika ingin mengelola lapangan minyak di Indonesia. Langkah tersebut bertujuan Untuk memacu produksi serta lifting minyak bumi nasional.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan penerapan EOR menjadi suatu keharusan di wilayah kerja (WK) migas. Hal ini karena pencapaian produksi dan lifting migas yang terus berkurang. Padahal kegiatan eksplorasi juga urung dilakukan karena masih terdampak akibat anjloknya harga minyak dunia.

EOR merupakan teknologi atau proses untuk mengangkat minyak dari dalam bumi. Teknologi khusus diperlukan karena dengan cara biasa bisa mencapai reservoir maksimum namun hanya terambil 30% dari jumlah cadangan yang ada.

“Di bawah masih ada 70%, tapi belum bisa di ambil. EOR yang usaha biar bisa lebih banyak diangkat lagi. Permen EOR sangat penting sekali untuk pelaksanaan EOR dan menaikkan produksi,” kata Wiratmaja di Jakarta.

Menurut dia, teknologi yang diterapkan di Indonesia sekarang belum maksimal karena itu harus didorong penerapan EOR yang sudah terlebih dulu diterapkan sejumlah KKKS besar di negara lain.

Dengan rata-rata produksi minyak 800 ribu barel per hari (bph), jika tidak menggunakan EOR produksi dipastikan akan terus anjlok. Pada 2025, produksi minyak diperkirakan hanya akan mencapai 400 ribu bph. Dan puncaknya pada 2050 hanya akan mencapai kurang dari 100 ribu bph. “Kalau menggunakan teknologi sekarang, produksi kita akan turun terus,” tukas Wiratmaja.

Penerapan EOR diharapkan akan mampu menahan laju penurunan produksi. Penahanan laju penurunan produksi diperkirakan cukup besar. Pada 2025, jika EOR diterapkan produksi tetap bisa dipertahankan di posisi 420 ribu bph dan 2030-2035 bisa mencapai rata-rata produksi diatas 550 ribu bph.

Menurut Wiratnaja, penerapan EOR membutuh waktu cukup lama untuk bisa membuat produksi sumur kembali prima dan bagus. Untuk itu, KKKS harus didorong dari sekarang. “Maka kita harus segera kasih payung hukum biar bisa melaksanakannya,” kata dia.

Pemerintah, lanjut Wiratmaja, juga tengah mengkaji untuk memberikan penugasan kepada PT Pertamina (Persero) agar menerapkan EOR di suatu lapangan.

Data Kementerian ESDM menunjukkan saat ini ada tiga jenis EOR yang sudah dikembangkan KKKS, salah satunya yang paling aktif adalah PT Pertamina EP, anak usaha Pertamina. Pertamina EP menerapkan mekanisme steam flooding atau dengan menyuntikkan air ke dalam lapisan batuan. Teknik lainnya adalah dengan CO2 flooding dan terakhir mengggunakan bahan kimia, yakni jenis sulfaktan.(RI)