JAKARTA – PT Pertamina (Persero) hingga akhir 2017 masih akan menanggung beban selisih harga bahan bakar minyak (BBM) penugasan yang cukup besar.

Arief Budiman, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan jika sesuai dengan formula yang ditetapkan pemerintah, ada selisih harga yang besar dengan harga BBM saat ini.

“September saja misalnya, di Jamali Rp6.450 per liter, padahal secara formula seharusnya Rp 7.100 per liter. Biosolar harusnya Rp 6.500 per liter, saat ini harganya Rp 5.150 per liter. Ini kuartal keempat kalau berdasarkan formula,” kata Arief di Jakarta, Kamis (2/11).

Harga BBM public service obligation (PSO) dan khusus penugasan selama periode sembilan bulan, yakni januari hingga September tahun ini yang tidak sesuai keekonomian membuat Pertamina menanggung selisih harga hingga sebesar US$1,42 miliar atau sekitar Rp19 triliun.

Beban selisih harga tersebut membuat kinerja keuangan Pertamina hingga September 2017, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Laba bersih perseroan tercatat turun 29,6% menjadi US$1,99 miliar dibanding periode sembilan bulan 2016 yang mencapai US$2,83 miliar. Padahal dari sisi pendapatan, Pertamina membukukan peningkatan 17,8%, dari US$26,62 miliar pada sembilan bulan 2016 menjadi US$31,38 miliar pada periode yang sama tahun ini.

Manajemen Pertamina menyebutkan apabila mengacu pada formula penghitungan harga BBM, kinerja keuangan Pertamina pada sembilan bulan tahun ini akan jauh lebih positif. Pendapatan diestimasi bisa mencapai US$32,8 miliar dan laba bersih sebesar US$ 3,05 miliar.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, mengatakan Pertamina berharap dengan kondisi ini pemerintah bisa memberikan kompensasi berupa pembayaran piutang Pertamina yang tercatat sejak 2016 dan tahun sebelumnya.

Piutang Pertamina tercatat sebesar Rp30 triliun, Rp22 triliun merupakan alokasi subsidi. Sisanya berasal dari utang TNI. Jumlah merupakan piutang sejak 2016 belakang.

“Kita diskusi lagi sama pemerintah, semoga sebagian sekitar Rp 10 triliun bisa cair tahun ini,” kata Massa.(RI)