JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berniat segera merealisasikan pembentukan holding BUMN migas dengan melebur PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ke dalam naungan PT Pertamina (Persero). Namun skema pembentukan holding BUMN migas hingga kini masih buram.

PGN yang dari awal terkesan enggan digabungkan dengan Pertamina justruĀ  mempunyai masukan mengenai cara mengintegrasikan bisnis perusahaan infrastruktur dan distribusi gas bumi itu dalam holding BUMN migas.

Dalam dokumen kajian holding BUMN migas yang disampaikan PGN kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan yang diterima Dunia Energi, Kamis (28/12) disebutkan bahwa usulan perusahaan dalam pelaksanaan holding adalah dengan tetap mempertahankan independensi PGN sebagau National Gas Company dan pengelolaan dan pemanfaatan gas bumi domestik. Serta tidak secara langsung menjadi anak usaha Pertamina.

Selain itu, dengan terbentuk holding nanti posisi PGN didorong menjadi konsolidator kegiatan holding di sektor hilir gas bumi baik di dalam negeri maupun ekspansi ke luar negeri.

Untuk bisa mewujudkan hal tersebut maka mekanisme pembentukan juga berbeda dengan yang selama ini menjadi kajian. Selama ini, Kementerian BUMN berencana mengalihkan (inbreng) seluruh saham pemerintah di PGN sebesar 57% ke Pertamina sebagai penambahan modal negara. Selanjutnya PGN akan menjadi anak usaha Pertamina, setelah sebelumnya mengakuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas).

Namun PGN punya cara sendiri yang mengusulkan pemerintah harus tetap mempertahankan kepemilikan saham Seri A Dwi Warna serta Seri B secara langsung sehingga PGN tetap sebagai perusahaan negara pasca holding BUMN Migas terbentuk. Caranya pemerintah hanya mengalihkan X% saham seri B milik pemerintah di PGN kepada Pertamina. Selanjutnya Pertamina akan mengalihkan 100% saham Pertagas kepada PGN.

Jika pengalihan PNM X% tidak sebesar 57% maka status PGN tetap menjadi perusahaan negara dimana ada beberapa item seperti pinjaman, hibah dan penyertaan modal langsung ke perusahaan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan serta meningkatkan kapasitas perusahaan.

Selain itu, dividen yang harus disetorkan kepada negara tidak harus terkonsolidasi dengan induk perusahaan atau induk holding dan akan terkoreksi dengan laba/rugi induk perusahaan. Ini karena negara tidak lagi memegang saham Seri B di PGN.

Selanjutnya PGN juga meminta adanya peran serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam proses pembentukan holding BUMN migas karena sebagai perusahaan gas nasional dan pengelola industri hilir gas bumi maka akan berhubungan langsung dengan penyusunan road map pengembangan hilir gas sesuai dengan rencana induk infrastruktur gas bumi dan neraca gas bumi yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

Bentuk sinergi pengelolaan gas bumi terintegrasi dari holding nanti difokuskan kepada PGN sebagai Sub-Holding Gas sebagai bagian dari Pertamina, bersama dengan Sub holdung Hulu, Sub Holding Minyak dan Sub Holding Lainnya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan mekanisme pembentukan holding pada dasarnya fleksibel tidak perlu harus menggunakan satu mekanisme, melainkan bisa dikaji berbagai cara. Substansi terpenting dalam mekanisme tersebut harus bisa menghasilkan suatu sistem struktur organisasi dengan aspek kontrol yang kuat oleh pemerintah.

“Kunci utamanya adalah pada aspek kontrolnya. Kalau di holding pemerintah relatif lebih memiliki kontrol,” ungkap dia kepada Dunia Energi.

Menurut Komaidi, poin utama adalah bagaimana holding harus bisa meningkatkan kemampuan perusahaan yang tergabung didalamnya.

“Perusahaan jadi lebih besar baik dari aspek aset maupun indikator lain. Ini strategis jika perusahaan akan melakukan aksi korporasi,” tandas Komaidi.(RI)