Blok Offshore North West Java yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi merupakan blok pertama di Indonesia yang menggunakan skema gross split.

JAKARTA – Pemerintah mengurungkan rencana merevisi skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split. Regulasi yang ada saat ini dinilai sudah sesuai dengan regulasi diatasnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 tentang perlakuan perpajakan pada kegiatan hulu migas dengan kontrak bagi hasil gross split.

Niat merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 52 Tahun 2017 tentang revisi kontrak gross  split adalah terkait opsi pemberian kompensasi dari pajak yang dibayar oleh kontraktor menjadi split atau bagi hasil tambahan bagi kontraktor.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan dalam PP sudah terdapat poin yang mengatur kompensasi tersebut, yakni langsung ditentukan Menteri ESDM.

“Gross split kita sudah evaluasi lagi, kelihatannya tidak perlu direvisi lagi. Kan sudah ada cantolannya di PP, yang dari deskresi menteri,” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (26/1).

Pada Pasal 31 ayat 1 diatur, berdasarkan pertimbangan keekonomian lapangan, Menteri ESDM dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran bagi hasil serta menetapkan bentuk dan besaran insentif kegiatan usaha hulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Artinya kompensasi pembayaran pajak berupa split tambahan kepada kontraktor juga memiliki syarat, yakni tetap berdasarkan perhitungan terlebih dulu. Jika keekonomian lapangan belum tercapai yang disebabkan berbagai hal seperti terletak di wilayah remote atau kesulitan teknis maka kompensasi diberikan.

Selain itu, tidak jadinya revisi permen gross split untuk menghindari anggapan pemerintah yang tidak konsisten. “Tambah klausul ini, kalau tambah-tambah seolah-olah tidak pasti. Kan sudah ada di PP jadi rasanya sudah cukup,” kata Arcandra.(RI)