BABAT TOMAN -Badannya tegap berisi kendati posturnya tidak terlalu jangkung. Tapi, jangan tanya nyalinya: Tinggi!  Padahal saat itu, puluhan aparat kepolisian dibantu belasan anggota Kodim Musi Banyuasin (Muba) berjaga dan mengelilingi sumur MJ 72 di Desa Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, Muba, Sumatera Selatan. Beberapa di antara petugas keamanan tersebut bersenjata lengkap.

Di tengah terik matahari siang, pria yang saat itu mengenakan kaos warna merah itu, berani adu argumen dengan aparat kepolisian dan beberapa tentara. Suaranya juga sangat nyaring. Sobirin! Begitulah pria ini belakangan disebut namanya oleh sejumlah orang yang berdiri di tengah terik matahari siang pada Selasa (22/11) lalu.

Sobirin dan sejumlah penambang saat itu berusaha menghalangi petugas dari Tim Terpadu bentukan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin untuk mengambilalih dan menutup 20 sumur minyak milik negara yang dikelola oleh Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, anak usaha PT Pertamina EP. Sobirin tak rela bila tripod—alat penyangga pengeboran sumur minyak—di sumur MJ 72 dirobohkan. Apalagi, sumur itu disebut-sebut menghasilkan minyak mentah dalam jumlah berdrum-drum.

Sumber Dunia-Energi membisikkan, sumur MJ72 adalah sumur yang paling banyak menghasilkan minyak daripada sumur-sumur lain di Mangunjaya. Namun, pengeboran sumur itu, menurut sumber, melanggar hukum, khususnya UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta UU Lingkungan Hidup.

Saat Dunia-Energi melihat kondisi seputar areal sumur MJ72, tampak sekeliling sumur yang ditutup seng itu sangat memprihatinkan. Limbah minyak bertebaran di mana-mana. Pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan penambang dan masyarakat sekitar sangat tampak. Maklum, pengeboran illegal itu dilakukan tanpa mengindahkan aspek health, safety, security, and environment (HSSE).

Ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu. Para penambang ilegal—yang patut diduga didukung oleh para cukong berduit—tak memedulikan kegiatan HSSE. Yang penting bagi mereka adalah sumur itu adalah penghasil duit bagi penambang.

Dihadapan anggota Tim Terpadu Sobirin mengatakan bahwa dia dan para penambang tidak memasalahkan penyemenan sumur. Tapi, dia tak setuju dengan perobohan tripod harus berunding lagi.

“Kami sudah keluar dana banyak. Kami ingin pengeboran ini dilegalkan. Kami ada rekomendasi dari Pak Gubernur. Kami siap ngebor minyak dan dijual ke Petro Muba,” ujar Sobirin bersungut-sungut.

Perlu diketahui, Petro Muba adalah badan usaha milik daerah Muba yang sebelumnya berhasrat untuk mengelola sumur tua yang belum diekspolitasi oleh Pertamina EP Asset 1 Field Ramba karena tidak ekonomis. Hingga saat ini belum juga terang sikap pemerintah pusat (Kementerian ESDM dan SKK Migas) terkait keinginan Petro Muba untuk bekerja sama dengan Pertamina EP Asset 1 Field Ramba dalam mengelola sumur yang tidak ekonomis tersebut.

Kembali ke Sobirin. Kepala Kepolisian Resor Muba AKBP Rahmat Hakim mendatangi Sobirin dan sejumlah penambang yang berkerumun di areal sumur minyak yang areanya ditutupi seng. Kepada Sobirin, Rahmat menyatakan, petugas Tim Terpadu memastikan tidak akan merobohkan tripod MJ72. Sebentar kemudian, Kapolres Muba mengajak Sobirin yang diikuti seorang temannya berbincang di sisi selatan sumur MJ72.

Sambil berbincang dengan Sobirin dan seorang rekannya, Kapolres Muba mencoba mendinginkan suasana. Kapolres mengapresiasi Sobirin yang rela sumur minyak MJ72 ditutup dengan semen. Ihwal perobohan tripod, Kapolres memastikan belum akan dilakukan.

Penolakan Sobirin, salah satu dedengkot penambang minyak paling vokal tak sudi penutupan sumur minyak milik negara yang dikelola Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, itu beberapa jam sebelumnya dilakukan Sofyan. Bersama sejumlah penambang ilegal lain di Mangunjaya, Sofyan, yang saat itu mengenakan kemeja warna merah dan putih dengan kerah hitam, menolak perobohan tripod di sumur MJ75. Lokasi sumur ini sekitar 120 meter di sisi utara sumur MJ72.

Sofyan harus beradu argumen dengan Ariansyah, Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel terkait penutupan 20 sumur, termasuk sumur MJ75.  “Kami setuju penutupan sumur ini, tapi kami menolak perobohan stagger. Kami minta keadilan, kami bangun ini keluarkan dana. Kami hanya meminta diperkenankan menambang di sini,” ujar dia.

Ariansyah beberapa kali menepuk bahu Sofyan. Dia meyakinkan bahwa Tim Terpadu tidak akan merobohkan tripod. Sebuah mobil yang sudah dipasangi tambang biru dan terhubung dengan bagian atas tripod sudah siap untuk menarik dan merobohkan tripod. Namun, rencana itu urung dilaksanakan.

“Oke, kami tidak merobohkan tripod ini, tapi jangan ada perusakan terhadap sumur. Masukan-masukan dari Anda akan dibahas bersama Kementerian ESDM, SKK Migas dan pemerintah daerah pada pekan depan,” ujarnya.

 

Kapolres Muba AKBP Rahmat Hakim memegang bahu kiri Sobirin, vokalis penambang yang menyerobot sumur milik negara di Mangunjaya. (foto: dokumentasi)

Melanggar Hukum

Upaya Tim Terpadu bentukan Gubernur Sumsel berdasarkan Surat Keputusan No 713/KPTS/DESDM/2017 tertanggal 13 November 2017   untuk Mengambilalih dan Menutup Sumur Minyak milik Pertamina EP Asset 1 Field Ramba di Mangunjaya rupanya tak semudah membalik telapak tangan. Kendati praktik illegal drilling ini melanggar hukum, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tak bisa memberangus praktik tak elok ini sampai kemudian Gubernur Alex Noerdin membentuk Tim Terpadu yang diketuai Robert Heri, Kepala Dinas ESDM Sumsel, yang juga mantan Manajer Sriwijaya FC, klub sepakbola kebanggaatn Palembang. Adapun Kapolres Muba ditunjuk sebagai ketua tim pengambilalihan dan penutupan sumur dengan wakil Komandan Kodim Muba.

Hampir 500 personel Polres Muba, Polda Sumut, Kodim Muba, Satpol PP dan Kejaksaan Negeri Muba serta petugas dari Pertamina EP Asset 1 Field Ramba terlibat dalam kegiatan penertiban sumur minyak Pertamina EP yang diserobot oleh penambang ilegal.

“Kami tetap konsisten sesuai dengan Sprin, sumur itu diambilalih dan ditutup. Clean up seluruhnya, tak ada properti pada sumur tersebut,” ujar Agus Amperianto, Field Manager Ramba kepada Dunia-Energi.

Menurut Agus, para penambang tersebut telah menyerbot aset milik negara yang dikelola Pertamina EP Asset 1 Field Ramba. Ada 104 sumur minyak yang diserobot di dua kecamatan, yaitu Babat Toman dan Kluang.

“Yang tersisa kini ada 17 sumur, dan bertambah jadi 20 sumur karena ada tiga sumur yang sudah ditutup pada penertiban tahap pertama tapi dibuka kembali oleh penambang ilegal,” ujarnya.

Proses penutupan sumur berlangsung lancar selama satu hari, yaitu Selasa (22/11) kendati dalam jadwal diproyeksikan dua hari. Beberapa sumur ada yang tripodnya dirobohkan, baik atas kemauan pengelola (penambang ilegal) atau pun dirobohkan karena tidak ada resistensi dari penambang illegal.

Ihwal resistensi dari penambang illegal sempat dibahas dalam pertemuan konsolidasi Tim Terpadu di Mapolsek Babat Toman pada Selasa (22/11) siang. Pertemuan dihadiri Kapolres Muba, Agus Amperianto, Kabid Energi ESDM Sumsel, Kasatpol PP Muba, dan perwakilan SKK Migas dan Inspektur Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Edison Nurdin.

Suasana “panas” sempat mewarnai pertemuan konsolidasi yang disaksikan langsung Dunia-Energi. Kapolres kembali lagi pada sikapnya untuk tidak memaksakan perobohan tripod. Di sisi lain, Field Manager Ramba Agus Amperianto berkukuh pada sikapnya bahwa yang dimaksud pengambilalihan dan penutupan adalah pembersihan (clean up) area sumur dari segala properti penambang liar.

Suasana pertemuan tambah hangat manakala Kabid Energi Dinas ESDM Sumsel Ariansyah dalam forum tersebut menyebutkan bahwa dia ditelepon oleh Plt Sekda Muba Apriyadi. Mengutip Sekda, Ariansyah meminta agar Tim Terpadu menunda perobohan tripod karena bisa menimbulkan gejolak. “Saya dan Bupati yang akan tanggungjawab, tolong untuk perobohan stagger ditunda dulu,” ujar Ariansyah mengutip ucapan Sekda Muba via telepon genggamnya.

Agus Amperianto terang saja kaget dengan ucapan Ariansyah. Maklum, pada konsolidasi sebelumnya di kantor Stasiun Pengumpul Mangunjaya Ariansyah tidak mengabarkan informasi Sekwilda tersebut. Agus berkukuh pada sikap manajemen Pertamina yang juga diamini pada pertemuan Senin (20/11) di Kantor Pemkab Muba terkait pengambilalihan dan penutupan 17 sumur minyak (belakangan jadi 20 sumur).

“Kami mendukung dan mengapresiasi apa yang dilakukan Pak Kapolres dan tim. Ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan penertiban dan penutupan. Kami yang juga ada di dalam Tim Terpadu memandang bahwa penutupan itu adalah clean up. Kalau persoalannya seperti dikatakan Pak Kapolres, saya menyerahkan kepada SKK Migas, bagaimana sikapnya,” ujar Agus.

Perwakilan SKK Migas yang hadir dalam pertemuan itu tak bisa mengambil sikap tegas. Adapun Edison, inspektur migas dari Kementerian ESDM, tak bicara sepatah kata pun saat itu.

Sebentar kemudian, Kapolres Muba memberikan pernyataan. “Kalau Pak Agus berkukuh untuk merobohkan stagger, ayo. Tapi saya tak bertanggjawab. Ini rakyat saya. Saya bertanggungjawab atas keamanan warga saya di sini,” ujar dia.

AKBP Rahmat Hakim kembali menyatakan sikap ketidaksetujuannya untuk merobohkan tripod pada sumur minyak saat kondisi masih resisten. “Kita harus cantik dalam bermain. Ini konflik sosial, ada suasana yang tidak kondisif. Kita nantikan kondisinya mencair,” ujar dia.

Rahmat, Ariansyah, dan Agus akhirnya bersepakat untuk menuruti perintah plt Sekda  Muba seperti disampaikan Ariansyah. Tripod pada sejumlah sumur tidak jadi dirobohkan, menunggu keadaan kondusif.

 

Field Manager Ramba Agus Amperianto berdialog bersama Kapolres Muba AKBP Rahmat Hakim dan Kabid Energi Dinas ESDM Sumsel Ariansyah usai penutupan sumur MJ 72 yang  sempat mendapatkan resistensi penambang. (foto: dokumentasi)

Usai pertemuan, Dunia-Energi mengonfirmasi Kapolres Muba soal sikap Tim Terpadu bila sumur minyak yang telah disemen tetiba dibuka kembali oleh oknum penambang liar. “Langsung kita tangkap, kita amankan. Pertamina juga harus berikan LP. Apakah ada LP untuk kasus-kasus sebelumnya,” ujar Rahmat sambil melirikan matanya kepada Agus Amperianto.

Menurut Kapolres, penanganan kasus ini dilakukan secara hati-hati. Sesuai SK dari Gubernur, menurut Kapolres Muba, Tim Pengambilalihan dan Penutupan hanya menutup sumur. “Itu sudah kami lakukan. Kalau ada yang macam-macam terhadap sumur itu, kita amankan,” ujar dia.

Ironisnya, sehari setelah penutupan 20 sumur minyak, Tim Pertamina EP Asset 1 Field Ramba menemukan tiga sumur sudah dalam keadaan dibongkar. Ketiga sumur yang dibongkar itu adalah MJ 01, MJ 72, dan MJ75. Dan anehnya, Kapolres Muba sebagai Ketua Tim Terpadu untuk Pengambilalihan dan Penutupan Sumur, tak mengambil tindakan tegas bagi pelaku pembongkar sumur.  Betapa susahnya menegakkan hukum bagi penyerobot sumur minyak negara di Muba. (DR/APS)