Kepada Yth.,
Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
Presiden Republik Indonesia
Di
Jakarta
Perihal: Permohonan Penyerahan Pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak Presiden yang kami hormati,
Bangsa Indonesia saat ini menghadapi berbagai permasalahan yang komplek dan sebagian sulit diselesaikan. Dalam situasi demikian, kami menghargai upaya, kerja keras dan keberhasilan yang telah dicapai Pemerintah hingga saat ini. Namun masih ada sejumlah permasalahan yang tertunda, terutama di sektor energi, yang membutuhkan kebijakan yang tepat dan komitmen yang kuat untuk penuntasannya. Oleh karena itu, sebagai wujud kepedulian atas nasib bangsa dan negara, serta dukungan kepada Pemerintah yang konsisten menjalankan konsitusi, dengan segala kerendahan hati, kami bermaksud menyampaikan masukan kepada Bapak sebagai berikut.

Sebelum reformasi, penerimaan negara dari migas merupakan sumber pendanaan yang signifikan bagi APBN dan pembangunan. Namun sejak awal 2000-an peran sektor migas terus menurun dan bahkan Indonesia harus mengimpor minyak mentah dan BBM guna memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat. Sumur-sumur migas kita semakin tua, sementara tingkat penemuan cadangan migas baru sangat rendah, sehingga ke depan impor minyak mentah dan BBM akan terus meningkat. Kondisi ini akan membuat ketahanan energi nasional menjadi rapuh, dan pada saat yang sama, dapat pula menimbulkan krisis ekonomi akibat defisit perdagangan dan defisit neraca keuangan yang terus membesar.
Pemerintah telah melakukan upaya yang patut diapresiasi karena melarang ekspor mineral mentah dalam rangka program hilirisasi, sehingga akan diperoleh nilai tambah dan peningkatan GDP, sekaligus ketahanan mineral nasional. Namun pada sektor energi kondisinya berbeda. Pertamina sebagai perusahaan BUMN energi kita hanya menguasai sekitar 17% produksi migas nasional. Kilang BBM yang kita miliki hanya mampu memasok sekitar 60% dari konsumsi 1,5 juta barel per hari. Cadangan terbukti migas Indoensia saat ini hanya tinggal sekitar 3,7 miliar barel dan mayoritas dikuasai kontraktor asing pula.

Dalam konteks kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan nasional di sektor energi, serta sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, maka kekayaan migas harus dikuasai negera melalui BUMN. Karena itu, sangat mendesak bagi bangsa Indonesia meningkatkan peran, dominasi dan penguasaan sumber daya migas oleh BUMN, agar kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita kemerdekaan dapat terwujud. Salah satu yang penting, BUMN Pertamina perlu didukung menguasai blok-blok migas yang habis masa kontrak seperti Blok Mahakam.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Blok Mahakam merupakan salah satu lapangan migas terbesar di Indonesia dengan rata-rata produksi gas sekitar 2.000 juta kaki kubik per hari dan minyak sekitar 60.000 barel per hari. Menurut BP Migas (2010), cadangan blok ini saat pertama kali ditemukan sekitar 25 triliun cubic feet (TCF) gas dan 1 miliar barel minyak. Sejak 1970 hingga 2012, sekitar 60% cadangan telah dieksploitasi, dengan pendapatan kotor sekitar US$ 120 miliar. Cadangan yang tersisa pada 2017 (saat kontrak berakhir) diperkirakan sekitar 6 hingga 8 TCF gas dan 100 juta barel minyak. Dengan asumsi harga gas US$ 15/MMBtu dan harga minyak US$ 100 barel, maka potensi pendapatan kotor Blok Mahakam adalah (8 x 1012 x 1000 Btu x $15/106 Btu) + (100 x 106 barel x $100/barel) = US$ 120 miliar atau sekitar Rp 1300 triliun!

Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh Pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 31 Maret 1967, berlaku 30 tahun hingga 31 Maret 1997. Pada 1997, kontrak kembali diperpanjang selama 20 tahun dan akan berakhir 31 Maret 2017. Sejak 2007 hingga sekarang, Total dan Inpex telah puluhan kali mengajukan perpanjangan kontrak, baik saat Menteri ESDM dijabat oleh Purnomo Yusgiantoro, Darwin Zahedi Saleh maupun oleh Jero Wacik. Permohonan perpanjangan ini merupakan hal yang lumrah dalam KKS, tetapi juga menunjukkan Blok Mahakam masih menyimpan cadangan yang sangat besar untuk dinikmati keuntungannya.

Sebaliknya, karena potensi besar tersebut, sejak 2008 Pertamina pun telah puluhan kali pula meminta kepada Pemerintah untuk mengelola Mahakam. Permintaan dimulai dengan kesiapan untuk membeli saham Total & Inpex sebesar 15%-20% secara business to business pada 2010. Pertamina pun telah berulang menegaskan kemauan dan kemampuan mengelola 100% Mahakam pada 2017. Bahkan Menteri BUMN Dahlan Iskan mendukung penuh keinginan Pertamina tersebut (2/4/2013). Namun, Kepala BP Migas R. Priyono (7/2012), Wamen ESDM Rudi Rubiandini (13/9/2012) dan Menteri ESDM Jero Wacik (11/10/2012) tampaknya memilih untuk mendukung Total tetap menjadi operator Blok Mahakam.

Hingga saat ini Pemerintah belum juga menyatakan sikap. Padahal keputusan perlu segera diambil guna memberikan kepastian pengelolaan dan pengembangan Blok Mahakam di masa mendatang baik bagi Total dan Inpex, maupun bagi Pertamina. SKK Migas pernah menyatakan (8/7/2013) seharusnya Pemerintah sudah memutuskan status kontrak Mahakam sejak 2012 lalu, sehingga terjadi proses transisi. Keputusan perlu segera diambil juga guna menjamin kestabilan produksi migas dan pendapatan negara melalui investasi yang perlu dilakukan sebelum kontrak berakhir. Dalam hal ini sudah selayaknya Pertamina segera ditunjuk menjadi operator Blok Mahakam sejak 2017.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Majalah Fortune edisi Juli 2013 menempatkan Pertamina pada posisi 122 dari 500 perusahaan terbesar dunia. Pemeringkatan antara lain didasarkan pada nilai pendapatan (US$ 70 miliar) dan aset (US$ 40 miliar). Pertamina mencanangkan pencapaian peringkat Fortune 100 pada 2025. Untuk itu Pertamina aktif meningkatkan aset dengan membeli sejumlah saham dan cadangan migas di dalam maupun luar negeri seperti Blok ONWJ, Blok 405A, Aljazair dan West Qurna-1, Irak. Pertamina yakin, jika telah dominan di dalam negeri, dan berkiprah di luar negeri, maka pengakuan global pun dapat diraih, sehingga menjadi kredibel meningkatkan cadangan migas di berbagai negara di dunia guna ketahahan energi nasional.
Pertamina mengakuisisi 65% saham ConocoPhillips di Blok 405A, Aljazair (cadangan ~100 juta barel) dengan biaya US$ 1,75 miliar, pada November 2013. Sedang 10% saham ExxonMobil di West Qurna-1, Irak (~9 miliar barel) diakuisisi pada Desember 2013 dengan biaya sekitar US$ 3 miliar. Langkah strategis Pertamina tersebut patut kita apresiasi, karena dengan itu cadangan migas nasional dan ketahanan energi menjadi lebih baik. Namun menjadi ironis dan sulit diterima akal sehat jika Pemerintah membiarkan Pertamina mencari cadangan jauh ke luar negeri dengan biaya mahal miliaran US$, tetapi justru menghalanginya menguasai Blok Mahakam yang ada di depan mata, tanpa mengeluarkan dana karena kontrak dengan pihak asing berakhir.
Bapak Presiden yang kami hormati,

Banyak suara yang meragukan kemampuan Pertamina dan bangsa kita mengelola Blok Mahakam. Padahal manajemen Pertamina telah memberi jaminan dan bukti di lapangan. Pertamina telah mampu meningkatkan produksi Blok Off-shore North West Java (ONWJ) yang diakuisisi dari BP pada 2009, dari 12.000 bph menjadi 40.000 bph saat ini. Begitu pula dengan Blok West Madura Off-shore (WMO) dari 6.000 bph pada 2011 menjadi 20.000 bph saat ini. Selain itu, seorang pejabat SKK Migas yang dulu bekerja di Total mengakui bahwa sekitar 97% SDM yang bekerja di Blok Mahakam adalah putra-putri bangsa kita sendiri.

Setelah kontrak Mahakam berakhir pada 31 Maret 2017, maka seluruh aset dan cadangan migas Mahakam menjadi milik negara. Jika pengelolaan diserahkan pada Pertamina, maka sebagian kekayanan bernilai US$ 120 miliar menjadi miliknya. Dengan begitu aset dan laba Pertamina meningkat signifikan guna meraih predikat Forune 100 tanpa menunggu 2025. Predikat Pertamina yang meningkat otomatis menambah leverage dan peluang tumbuh lebih besar, yang pada gilirannya mampu meningkatkan ketahanan energi nasional. Penyerahan pengelolaan kepada Pertamina ini tidak melanggar satu pasal pun dalam kontrak KKS Mahakam dengan Total dan Inpex.

Bapak Presiden yang kami hormati,
Memperhatikan uraian di atas, kami memohon Pemerintah untuk segera menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina. Permohonan ini sesuai dengan amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara, terutama ketahanan energi nasional. Apalagi, Pertamina pun telah menyatakan keinginan dan kesanggupan baik secara teknis, operasi, manajemen, maupun finansial dan SDM. Bahkan kami menganggap, seandainya pun Pertamina belum menyatakan komitmen, sudah sepantasnya Pemerintah memberi dorongan dan dukungan. Bukan justru menghalangi keinganan tersebut seperti dilakukan oleh sejumlah pejabat Kementerian ESDM dan BP/SKK Migas.

Perlu kami sampaikan bahwa selama ini kami bersama sejumlah elemen bangsa seperti Serikat Pekerja Pertamina, Serikat Pekerja Migas Nasional, Badan-badan Eksekutif Mahasiswa seluruh Indonesia, LSM-LSM, Ormas-ormas, tokoh-tokoh nasional, para pakar, akademisi, dll., telah cukup lama melakukan advokasi agar pengelolaan Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina. Untuk itu antara lain kami telah menyampaikan Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat pada Oktober 2012 yang lalu.

Akhirnya, perkenankanlah kami menyampaikan kembali permohonan kami yang tulus agar Bapak berkenan segera memutuskan bahwa sejak 2017 pengelolaan Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina. Permintaan ini pun sejalan dengan amanat Bapak pada Rapat Kabinet Paripurna Diperluas di Sekretariat Negara (29/4/2014) yang memerintahkan seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah melakukan percepatan dan penuntasan semua pekerjaan dan tugas yang tersisa. Semoga keputusan kontrak Blok Mahakam tersebut menjadi warisan yang sangat berharga dari Bapak menjelang akhir masa jabatan, yang kelak selalu diapresiasi dan dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia. Atas perhatian dan perkenan Bapak Presiden kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hormat Kami,
Marwan Batubara,
Direktur Indonesian Resources Studies, IRESS,
selaku Kordinator Petisi Blok Mahakam