JAKARTA– Praktik penyerobotan dan pengeboran minyak secara ilegal atau illegal drilling pada sumur aset negara yang dikelola oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) belum juga tuntas. Buktinya, upaya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) bekerja sama dengan pemerintah daerah sejak Juni 2016 dalam mengatasi praktik yang melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu tak membuahkan hasil optimal.

Padahal, Presiden Joko Widodo berharap akhir tahun ini sudah tidak ada lagi praktik pengeboran minyak ilegal atau zero illegal drilling. Beberapa kali rapat koordinasi antara pejabat pemerintah pusat dan daerah menyikapi persoalan itu, tak juga membuahkan hasil positif.

Paling mutakhir adalah rapat bersama di Gedung Migas, Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Senin (27/11). Rapat dipimpin oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Ditjen Migas KESDM Patuan Alfon Simanjuntak dan dihadiri oleh Aset Deputi V Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, Keamanan (Polhukham) Brigadir Jenderal Pol Supriyanto Tarah, Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar, dan perwakilan dari PT Pertamina EP Asset 1.

Patuan Alfon, mengatakan Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada KESDM dengan tembusan Kemenko Polhukam dan Pertamina. Surat tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jambi bersama Pertamina EP Aset 1 telah menutup 22 sumur minyak ilegal. Namun kemudian ditemukan bahwa sebanyak delapan sumur minyak telah dibuka kembali oleh masyarakat karena kurangnya pengawasan di lapangan.

“Dari 22 sumur yang ditutup, muncul delapan lagi. Artinya setelah ditutup, namun karena tanpa diawasi, masyarakat membuka kembali (sumur),” ujar Alfons seperti dikutip dari laman KESDM.

Karena itu, KESDM selanjutnya berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam agar dapat mengawasi masyarakat sehingga tidak lagi melakukan pengeboran sumur secara ilegal. Di sisi lain, perlu dipikirkan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar lokasi pengeboran minyak. “Misalnya, dengan memberikan pendidikan keterampilan atau pelatihan seperti budidaya ikan,” ujarnya.

Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar menambahkan, pengeboran minyak ilegal dilakukan di daerah Desa Pompa Air, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batang, Jambi. Para pelaku bukan warga asli desa tersebut, tapi warga desa tetangga yang melihat dan ingin mendapatkan sumber ekonomi di desa itu.

“Memang tidak orang dalam tapi orang luar. Cuma memang tidak juga disebut orang luar karena NKRI. Ya mungkin karena dilihat di sana (bisa mendapatkan uang) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,” kata Fachrori.

Selain di Jambi, pola serupa juga terjadi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sumur yang sudah ditutup oleh pemerintah daerah dibantu oleh Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, justru dibuka kembali oleh para penambang ilegal.

Terbaru adalah kasus penutupan 20 sumur minyak milik negara yang berada di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, unit operasional PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) di Kelurahan Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dua puluh sumur tersebut adalah sisa dari total 104 sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba yang diserobot penambang liar dan berupaya ditertibkan oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan Pertamina.

Penertiban sumur tersebut dilakukan selama satu hari, yaitu pada Selasa (21/11) pekan lalu dari rencana dua hari hingga Rabu (22/11). Penertiban dipimpin oleh ketua subtim terpadu pengambilalihan dan penutupan sumur minyak Mangunjaya yang dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin pada 13 November 2017. SubTim terpadu untuk mengambilalih dan menutup sumur itu dipimpin oleh Kapolres Muba AKBP Rachmat Hakim dengan wakil Dandim Muba Letkol Mulyadi dengan anggota sejumlah unsur antara lain Satpol PP Kabupaten Muba, Dinas ESDM Sumsel, dan Pertamina EP Asset 1 Field Ramba.

Baru sehari 20 sumur tersebut ditutup, sedikitnya dua sumur sudah dibongkar kembali oleh oknum pelanggar. Padahal, Kapolres Muba Rachmat Hakim kepada Dunia-Energi, saat bertemu di Markas Kepolisian Sektor Babat Toman, Selasa (21/1) siang, menyatakan pihaknya akan menegakkan hukum bagi siapa saja yang berusaha membongkar sumur minyak yang sudah ditutup. “Saya akan tangkap,” katanya tegas.

Toh nyatanya, sampai ada kejadian pembukaan sumur yang sudah ditutup, aparat kepolisian justru tidak melakukan penegakkan hukum. Padahal, praktik penyerobotan sumur minyak yang berada di wilayah kerja KKKS adalah tindakan melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Menyikapi hal tersebut, Brigjen (Pol) Supriyanto Tarah mengatakan, pihaknya akan segera membentuk tim terpadu dan menyosialisasikan kepada warga terkait bahaya dari pengeboran dan membuka sumur milik aset negara.

Pemerintah sebelumya menangani penyerobotan sumur minyak milik negara di empat daerah, yaitu Blora (Jawa Tengah), Bojonegoro (Jawa Timur), Sarolangun dan Batanghari (Jambi). dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Dari keempat daerah tersebut, dua diantaranya yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, sudah dinyatakan selesai (zero illegal drilling).

“Ke empat daerah ini sudah kami datangi semua, kami sudah lakukan rapat koordinasi. Intinya kami mengharapkan untuk dibentuk tim terpadu. Kendala-kendala sudah banyak kita petakan. Baik dari penegakan hukum, sosialisasi sudah kami petakan,” ujarnya.

Dia beharap agar sumur-sumur ilegal yang masih tersisa dapat ditutup Desember 2017. Apalagi, Presiden Jokowi juga menginginkan tidak ada lagi praktik illegal drilling.
“Setelah kami membersihkan illegal tapping, terus ke illegal drilling sehingga kami mengevaluasi, bisa tidak di sisa satu bulan ini. Kami bisa habiskan atau tutup sumur-sumur yang sudah ada,” ujarnya. (DR)