JAKARTA – Sekitar 18 juta pelanggan dari 22 juta pelanggan  900 VA akan dikenakan tarif baru sebesar Rp1.400 per kWh mulai Juni-Juli 2016. Saat ini tarif untuk golongan R1 900VA sebesar Rp565 per kWh, sehingga dengan tarif baru, pelanggan akan mengalami kenaikan tarif hingga 140%.

“Berdasarkan perintah DPR, seharusnya kenaikan itu berlaku mulai 1 Januari 2016. Tapi karena data dari TNP2K belum lengkap, sehingga butuh waktu bagi PLN untuk memverifikasi pelanggan. Selambat-lambatnya 1 Juli diberlakukan (kenaikan tarif),” ujar Benny Marbun, Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) di Subang, akhir pekan lalu.

Pemerintah menetapkan subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp38,3 triliun. Pelanggan 900 VA disasar karena merupakan pelanggan dengan jumlah terbanyak kedua yakni 22.858.323 pelanggan. Sementara itu, pelanggan 450 VA tercatat sebanyak 26 juta pelanggan.

Menurut Benny, kriteria pelanggan yang berhak menerima subsidi listrik dan yang tidak berhak didasarkan pada data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan  Kemiskinan (TNP2K). Keputusan penggunaan data masyarakat miskin dari TNP2K dan bukan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) maupun Bappenas dikarenakan hal tersebut sudah disepakati dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi VII DPR dan Menteri ESDM Sudirman Said.

Menurut Benny, PLN telah menyelesaikan verifikasi terhadap 22 juta pelanggan 900 VA, 4,1 juta di antaranya akan tetap mendapat subsidi penuh. Pekan ini, PLN juga akan menerima data 26 juta pelanggan 450 VA. “Kemungkinan ada sebagian yang 900 VA. Kami perkirakan dari jumlah tersebut 500 ribu ada yang 900 VA,” katanya.

Benny mengatakan mekanisme pencabutan subsidi sepenuhnya ditangan pemerintah. Hal itu tidak berpengaruh terhadap PLN, karena pemerintah pada dasarnya tetap akan membayar penuh tarif listrik dari pelanggan-pelanggan tersebut. Jika kenaikan dilakukan bertahap, maka setiap bulan tarif listrik pelanggan 900 VA tersebut bisa naik sekitar 20% mulai Juni 2016 hingga Desember 2016.

“Soal mekanismenya langsung atau tidak itu sepenuhnya pemerintah. Bagi PLN tidak ada pengaruhnya,” tukasnya.

Menurut Benny, pencabutan subsidi terhadap 18 juta pelanggan itu memang berpotensi menimbulkan gejolak. Namun hal itu harus dilakukan karena merupakan amanat DPR akan subsidi diberikan tepat sasaran sejak tahun lalu.

Subsidi listrik, lanjut dia, sebaiknya diberikan secara langsung ke pelanggan dan tidak diberikan melalui mekanisme tarif. Dengan begitu, pendapatan PLN dari pelanggan juga akan diterima secara langsung dan tidak menunggu terlebih dulu hasil verifikasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Memang nanti akan tetap dibayar pemerintah, tapi secara kinerja keuangan akan lebih baik jika pendapatan PLN tidak tergantung dari subsidi,” tandasnya.(AT)