JAKARTA – PT Tanah Laut Tbk (INDX) tengah menyelesaikan kegiatan studi kelayakan (feasibility study/FS) yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) untuk pembangunan conveyor belt.

Pemprov Sumsel berencana membangun conveyor belt sepanjang 213 kilometer dari Kabupaten Lahat menuju Pelabuhan laut Tanjung Api-Api di Kabupaten Banyuasin untuk memudahkan pengangkutan batu bara.

Agung Prihatin, Sekretaris Perusahaan Tanah Laut, mengatakan total nilai proyek tersebut baru dapat ditetapkan setelah pelaksanaan FS selesai.

“Saat ini, progress pembangunan masih dalam tahap kajian awal dan masih diperlukan studi kelayakan untuk menentukan kelayakan proyek tersebut. Nilai proyek, sumber pendanaan dapat kita tetapkan setelah FS selesai sekitar enam bulan,” kata Agus di Jakarta, Jumat (16/6).

Perkiraan waktu penyelesaian, perkiraan pendapatan terkait dengan pembangunan conveyor belt tersebut saat ini juga masih dalam kajian.

Menurut Agung, Tanah Laut bukan hanya bertindak sebagai investor, tapi juga sebagai pemrakarsa yang nantinya akan memiliki sebuah perusahaan khusus sebagai pemilik dan operator proyek.

Tanah Laut telah melakukan korespodensi dan beberapa kali pertemuan dengan pihak Pemprov Sumsel dan terakhir pada 22 Desember 2016, melakukan presentasi dihadapan Dinas Pertambangan Sumsel dan beberapa perusahaan tambang yang ada di Sumsel.

Presentasi tersebut terkait usulan dari perseroan untuk memberikan sebuah solusi proyek terpadu untuk kemampuan ekspor batu bara Sumsel, berupa pembangunan sarana transportasi pengangkutan batubara dari wilayah antara Tanjung Enim dan Lahat sampai dengan kawasan Tanjung Api-Api dengan menggunakan sabuk konveyor (conveyor belt).

Tanah Laut telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan beberapa perusahaan tambang pada Januari 2017.

“Mengenai apakah akan dibentuk perusahaan baru dengan Pemerintah Sumsel, juga masih dalam tahap kajian, karena dalam pemikiran awalnya Tanah Laut akan memiliki atau membentuk badan usaha yang khusus didirikan sebagai pemilik proyek,” ungkap Agung.

Dia menambahkan, hambatan yang mungkin dihadapi untuk menyelesaikan proyek kemungkinan adalah dari sistem pendanaan.

Pengangkutan batu bara dengan menggunakan truk terbukti tidak efektif karena membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga proses pengangkutan tidak optimal.
Selama ini truk batu bara yang melewati jalan umum dibatasi aktivitasnya dari pukul 18.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Kondisi ini telah menghambat proses distribusi yang berakibat pada produksi perusahaan batu bara swasta di Sumsel.

Selain itu, banyak dari perusahaan batu bara yang belum menggunakan kereta rangkaian panjang (babaranjang), karena proses administrasi yang cukup sulit. Sementara, dua jalur khusus angkutan batu bara yang tengah dibangun diperkirakan baru selesai pada 2018.

Pembangunan jalan khusus juga terkendala masalah pasang surutnya air sehingga pembangunan tertunda.

Dengan pembangunan conveyor belt diharapkan produksi sejumlah perusahaan batubara dapat meningkat, sehingga akan mendorong perekonomian di Sumsel.

“Pembangunan conveyor belt mungkin yang terpanjang di dunia, diharapkan mengatasi permasalahan angkutan yang terjadi dari tahun ke tahun dalam penyaluran batu bara,” tandas Agung.(RA)